SERANG – Keberadaan aktivitas tambang batu di pegunungan yang berada di dua kecamatan, yakni Bojonegara dan Puloampel, Kabupaten Serang, yang terus berlangsung hingga saat ini, kerap dikeluhkan oleh warga yang tinggal di lereng pegunungan tersebut.
Seperti yang dikeluhkan oleh Busro, warga Kampung Cikubang, Desa Argawana, Kecamatan Bojonegara ini, yang mengaku dalam kesehariannya kerap sesak dengan polusi debu yang terbang dari lokasi pertambangan batu.
“Kalau di rumah gak betah debu dari tambang batu itu terbang ke kampung, makanya tah saya milih kerja di laut (Nelayan). Warga juga banyak yang mengeluh kena debu, yang enak mah tokoh masyarakat sama pejabatnya aja,” ungkap Busro kepada faktabanten.co.id Sabtu (18/8/2018) siang.
Bahkan, karena dampak polusi udara tersebut bisa mengganggu kesehatan, isteri Busro mengkum tidak betah tinggal di Kampung Cikubang, dan meminta pindah ke Pontang.
“Isteri saya sampai nggak betah di Cikubang karena suka kelilipan dan sesak nafas. Akhirnya pindah bikin rumah di Pontang, ya terpaksa saya saya yang ngalah bolak-balik kesana,” tuturnya, sedih.
Dari pantauan langsung dari kawasan pesisir laut, memang terlihat jelas pekatnya debu berwarna putih kekuningan dari atas pegunungan yang terbang ke kawasan pemukiman warga di beberapa Kampung di bawahnya.
Selain itu, belum lama ini warga Desa Sumuranja, Kecamatan Pulo Ampel, juga mengeluhkan hal serupa.
Terlebih adanya kabar akan dimulai dilaksanakannya penambangan batu pada area yang luasnya mencapai ratusan hektar hingga ke Gunung Gede dan Gunung Merdeka.
Sementara pantauan Fakta Banten, di dermaga-dermaga sekitar kawasan tersebut banyak terdapat kapal-kapal tongkang yang mengangkut batu (Split) hasil tambang, selain batu bara dan pasir.
Dan tentunya ini perlu kiranya menjadi perhatian serius dari Pemkab Serang dan Pemprov Banten untuk bisa menyikapi persoalan ini. Dan mungkin juga ada baiknya bagi otoritas pemerintah pusat, bisa membuat regulasi pembatasan tambang.
Semisal, dalam jangka waktu sekian tahun, hanya sekian volume saja tambang yang boleh diambil. Hal ini tentunya untuk mencegah kerusakan alam secara drastis akibat eksploitasi tambang, dan tentunya anak cucu kita kelak juga berhak dan bisa menikmati sumber daya alam yang di anugerahkan Tuhan. (*/Ilung)
[socialpoll id=”2513964″]