Sidang ke-3 Warga Pulau Sangiang di PN Serang, Hakim Diminta Pahami Reforma Agraria

SERANG – Buntut dari konflik agraria yang berkepanjangan antara masyarakat Pulau Sangiang dengan PT Pondok Kalimaya Putih (PT PKP) yang terjadi sejak dari tahun 90-an, kasusnya saat ini berujung pada kriminalisasi warga Pulau Sangiang.

Tiga orang warga Pulau Sangiang saat ini tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Serang, atas tuduhan penyerobotan lahan.

Diketahui, Pulau Sangiang tersebut saat ini diklaim terbagi menjadi dua wilayah yang pertama adalah taman wisata alam (TWA) dengan kewenangan dari Kementerian LHK, sedangkan sebagiannya adalah wilayah yang diterbitkan hak guna usaha (HGU) atas nama PT PKP yang sertifikatnya melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Serang.

Dalam agenda persidangan ke-3 kali ini, jadwal mendengarkan tanggapan dari jaksa penuntut umum terkait eksepsi (nota keberatan) yang diajukan oleh para penasihat hukum tiga terdakwa warga Pulau Sangiang .

“Inti hasil persidangan kali ini adalah jaksa penuntut umum tetap pada dakwaannya yang sudah mereka uraikan pada persidangan pertama, yang mana ketiga warga Pulau Sangiang didakwa dengan dugaan telah melakukan tindak pidana pasal 385 ke 4 KUHP dan pasal 167 ayat 1 KUHP tentang dugaan penyerobotan lahan yang dilakukan ketiga warga pulau yakni Mardaka, Lukman, dan Masrijan,” ujar Arfan Hamdani, salah seorang pengacara, Rabu (21/11/2018).

Kartini dprd serang

Arfan Hamdani menuturkan, sesuai dengan nota keberatan (eksepsi) yang sudah diajukan pada persidangan pekan kemarin, ada sejumlah kejanggalan dalam dakwaan jaksa.

“Pertama surat dakwaan tidak cermat, kedua surat dakwaan tidak lengkap, dan ketiga surat dakwaan tidak jelas, yang mana kami menilai tidak terurai dan sesuai dengan unsur-unsur tindak pidana para klien kami,” jelasnya.

Persidangan akan kembali berlanjut pada tanggal 30 November 2018 dengan agenda mendengarkan putusan majelis hakim terkait tanggapan dari tahap persidangan ke I sampai III (Putusan Sela), apakah akan dilanjut ke tahap seterusnya atau berhenti sampai di tahap persidangan ke IV karena bukti sudah cukup kuat untuk pertimbangan pokok perkara.

Sementara Sopiyan, salah seorang tokoh agama di Pulau Sangiang menyampaikan harapannya agar hakim tidak berat sebelah dalam menyikapi kasus sengketa agraria tersebut.

Selayaknya, hakim juga melihat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 45 tahun 2016 tentang rencana kerja pemerintah tahun 2017 tentang semangat reforma agraria, yakni terwujudnya reforma keadilan dalam penguasaan tanah, kepemilikan tanah, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, wilayah dan sumberdaya alam.

“Saya berharap majelis hakim pada persidangan ke IV akhir November besok dapat objektif. Sebab, reforma agraria juga harus menjadi semangat baru menyelesaikan sengketa-sengketa agraria antar masyarakat dengan perusahaan, dan antara masyarakat dengan perusahaan,” tegasnya. (*/Eza Y,F).

Polda