Bayar Denda Tak Langsung Bebas, Ijazah Guru di Tangsel Ini Baru Kembali Setelah Selesaikan Kerjaan Tambahan
TANGERANG SELATAN – Kasus penahanan ijazah oleh Yayasan Ash Shiddiqiyyah di Ciputat, Tangerang Selatan, ternyata tidak hanya menimpa Putri Puspita (41). Beberapa guru-guru lain, juga mengalami nasib serupa.
Meski telah membayar denda, ijazah mereka tetap tak langsung dikembalikan. Mereka justru diminta menyelesaikan pekerjaan lain terlebih dahulu sebelum dokumen milik mereka itu dikembalikan.
Salah satunya adalah Qonita (26), mantan guru SMP Islam Ash-Shiddiqiyah yang juga menceritakan pengalaman tidak menyenangkan saat mengundurkan diri dari sekolah tempatnya mengajar dahulu.
Ia mengaku mengalami perlakuan kurang profesional dari pihak sekolah, hingga ijazah miliknya ditahan meski sudah membayar denda.
“Saya mengajukan resign itu saat bagi rapor. Hari itu bagi rapor, besoknya saya langsung ajukan surat pengunduran diri. Sebenarnya saya sudah kirim dalam bentuk soft file, tapi diminta hard copy-nya, jadi saya print,” ujar Qonita saat diwawancarai, pada Minggu (19/10/2025).
Namun, situasi di sekolah mulai tidak nyaman ketika pihak manajemen memanggil seluruh guru.
“Pas hari bagi rapor kelas 7, semua guru SMP dipanggil. Ternyata ada dua guru yang sudah resign sebelum saya. Dua teman saya itu malah dipojok-pojokkan dan dipermalukan di depan guru-guru lain,” katanya.
Menurutnya, pihak sekolah bahkan memperdebatkan alasan pribadi kedua guru tersebut.
“Mereka sampai mempertanyakan dan mendebat alasan kenapa teman saya resign,” jelasnya.
Beberapa hari kemudian, Qonita dan rekan-rekannya kembali dipanggil satu per satu oleh pihak manajemen.
“Senin kami dipanggil satu-satu. Saya yang kedua dipanggil. Waktu itu saya sempat merekam karena takut janji mereka tidak sesuai. Soalnya sering banget ngomong sesuatu tapi akhirnya nggak ditepati,” ucapnya.
Ia juga mengaku sempat khawatir lantaran sebelumnya sempat diberi tahu bahwa para guru tidak akan mendapat gaji meski telah bekerja hingga akhir Mei.
“Makanya saya record, karena kami sudah kerja tapi dibilang tidak akan digaji,” ujar Qonita.
Dalam pertemuan itu, pihak manajemen menyampaikan bahwa dirinya telah dibebastugaskan.
“Saya diberitahu status saya sudah dibebastugaskan. Jadi saya pikir, buat apa saya terus masuk kalau udah nggak digaji. Apalagi guru pengganti saya juga sudah ada. Akhirnya saya diskusi soal denda, dan saya bayar,” jelas Qonita.
Namun, setelah membayar denda, ijazahnya justru tidak kunjung dikembalikan.
“Teman saya disuruh ambil ijazah keesokan harinya, tapi saya nggak dikasih kabar apa-apa. Sampai teman saya nanya ke kepala sekolah, tapi tetap nggak dikasih sampai malam,” ungkapnya.
Karena butuh segera kembali ke Kota Serang, Qonita akhirnya menghubungi pihak sekolah melalui pesan singkat.
“Saya beranikan chat karena saya butuh ijazah saya. Saya tinggal di Serang, biar urusan saya cepat selesai dan nggak perlu ngekos lagi di sana,” tuturnya.
Namun, balasan dari pihak sekolah justru mengecewakan.
“Katanya nanti dulu, kalau saya sudah menyelesaikan tugas, seperti modul, revisi modul, dan buat materi untuk pengajar baru, baru setelah itu ijazah bisa diambil. Jadi saya kerjakan semua itu sampai PAS,” kata Qonita menutup ceritanya.
Saat dikonfirmasi mengenai kasus ini, pihak sekolah melalui Paisal, mantan Kepala Sekolah SMP Islam Ash-Shiddiqiyah, yang saat ini masih bekerja disana membenarkan bahwa ijazah Qonita telah dikembalikan.
“Kan itu sudah dikembalikan ijazahnya, mau cari masalah apa lagi?” katanya singkat, pada Selasa (21/10/2025).
Dengan terungkapnya kasus Bu Qonita ini, semakin jelas bahwa praktik penahanan ijazah di yayasan tersebut bukanlah kasus tunggal. Pola serupa diterapkan kepada beberapa guru, dengan modus serupa.
Salah satunya dialami Vira Dwyanti Lestari, mantan guru olahraga di sekolah yang sama.
Dalam wawancara pada Kamis (23/10/2025), Vira mengaku sempat diminta menyusun jadwal mengajar untuk guru baru sebelum ijazahnya bisa diambil.
“Kalau saya cuma disuruh buat jadwal guru baru, Kak. Jadi saya harus tulis siapa ngajar apa dan di jam berapa, untuk tiga bulan ke depan,” ujar Vira kepada wartawan.
“Itu juga agak memberatkan sih, tapi saya langsung kerjain. Nggak lama kemudian baru dikasih jadwal buat ambil ijazah,” lanjutnya.
Vira menambahkan, proses pengambilan ijazah pun dilakukan secara terpisah antara dirinya dan Qonita.
“Padahal saya sama Bu Qonita satu kos dan resign barengan, tapi ambil ijazahnya tetap harus sendiri-sendiri,” pungkasnya.***

