Ratusan Buruh Tangerang Gelar Aksi Kawal Judicial Review UU Cipta Kerja
TANGERANG – Ratusan buruh menggelar aksi unjuk rasa di sisi utara Pusat Pemerintahan Kota (Puspemkot) Tangerang, Rabu (16/12/2020) siang.
Doni, salah satu massa aksi menjelaskan, aksi ini dilaksanakan bertepatan dengan agenda sidang judicial review terkait omnibus law UU Cipta Kerja yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Saya yakin teman-teman buruh di sini juga sabar menunggu hasil sidang keluar,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, mereka akan terus melakukan aksi hingga agenda sidang judicial review selesai dilaksanakan.
Ratusan buruh ini tergabung dalam satu aksi dengan dua tujuan, yaitu, menolak omnibus law UU Cipta Kerja dan menuntut kenaikan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK) tahun 2021.
Ratusan buruh yang mengikuti aksi hari ini terdiri dari beberapa organisasi, yakni Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Gabungan Serikat Buruh Indonesia (GSBI), Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI), dan Federasi Perjuangan Buruh Nasional (FPBN).
Massa aksi juga mendirikan sebuah panggung kecil untuk berorasi. Satu per satu massa aksi bergantian menyuarakan penolakan terhadap omnibus law UU Cipta Kerja.
Selain berorasi, mereka juga sempat mengadakan pertunjukan musik. Massa aksi yang lain pun turut tenggelam dalam sajian musik yang ditampilkan.
Doni berharap MK dapat melakukan judicial review dengan seadil-adilnya. Selain itu, ia juga berharap keadilan dapat segera muncul di sisi para buruh.
“Aksi kami ini murni untuk menunggu hasil judicial review. Kami tidak ada niatan lain,” tambahnya.
Selain itu, Doni meyakinkan bila aksi yang mereka lakukan sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19 yang berlaku.
“Pasti sesuai protokol kesehatan. Ini buktinya kami diawasi oleh Satpol PP dan juga bapak polisi,” ujarnya.
Seperti diketahui, omnibus law UU Cipta Kerja sempat menciptakan beberapa polemik pada Oktober lalu.
Beberapa lapisan masyarakat termasuk buruh menganggap draf UU Cipta Kerja yang menjadi sejumlah 1.035 halaman adalah hal yang konyol. Pasalnya, draf UU tersebut sebelumnya hanya berjumlah 905 halaman saja.
Belakangan diketahui, penambahan jumlah halaman tersebut lantaran hasil perbaikan yang dilakukan DPR RI terhadap draf tersebut.
Selain polemik itu, ada pula masalah lain yang dikhawatirkan para buruh berkait perusahaan mereka yang akan melakukan outsourcing besar-besaran untuk tenaga asing.
Pasalnya, sebuah perusahaan mampu mendapatkan investor asing dan dapat memperkerjakan tenaga asing dengan lebih mudah. Bila tenggat waktu dengan tenaga asing habis, dapat diberhentikan dan mengganti dengan tenaga asing lain.
Tak hanya dua polemik itu saja, sempat ada polemik lain yang dikhawatirkan oleh para buruh, yaitu aturan terkait perjanjian kerja untuk waktu tertentu (PWKT), upah minimum, proses dan kompensasi PHK, dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) diserahkan ketentuan detailnya ke Peraturan Pemerintah (PP), bukan Undang-Undang (UU). (*/Kompas)