Alasan Pendiri Apple, Facebook dan Microsoft Batasi Anaknya Main Ponsel
BANTEN – Sebagian pembuat aplikasi dan teknologi yang banyak kita pakai saat ini, sekarang sedang berusaha agar anak-anak mereka justru tidak menggunakan produk teknologi tersebut.
Di antara generasi wiraswastawan Silicon Valley yang mendirikan sejumlah perusahaan teknologi terbesar dunia, sebagian dari mereka sekarang telah menjadi orangtua dan beberapa dari mereka secara terbuka membatasi akses anak-anak mereka terhadap alat-alat yang banyak kita pakai.
Pendiri Apple, almarhum Steve Jobs, pada 2011 mengakui bahwa ia dan istrinya, Laurene Powell, membatasi jumlah teknologi yang boleh digunakan anak-anak mereka di rumah.
Pendiri Microsoft, Bill Gates juga dikenal membatasi paparan terhadap layar berbagai alat dan melarang penggunaan telepon genggam pintar (smartphone) di meja.
Bahkan, CEO Mark Zuckerberg menyuruh anaknya, August, supaya lebih banyak bermain di luar rumah.
Lantas, mengapa para ‘orangtua Silicon Valley’ ini berusaha memisahkan anak mereka dari layar berbagai alat teknologi?
Masa kanak-kanak bebas teknologi
Pierre Laurent adalah seorang eksekutif teknologi San Francisco Bay Area dan direktur Waldorf School of the Peninsula – sebuah sekolah swasta populer Silicon Valley yang melarang penggunaan teknologi sampai murid berumur belasan tahun.
Laurent mengatakan anak perlu terlibat dalam kehidupan sebenarnya untuk mempelajari keterampilan hidup.
Laurent, yang mengirim ketiga anaknya ke sekolah itu mengatakan kepada BBC bahwa pekerjaan tiga perempat dari sesama orang tua murid di sekolah itu berkaitan dengan teknologi.
Sekolah mengatakan kepada mereka untuk memperhatikan pengaruh merusak teknologi pada proses belajar anak.
“Anda tidak bisa belajar dan sepotong kecil kaca ketika Anda masih anak-anak. Anda harus menggunakan semua indra, Anda perlu dapat memberikan makanan kepada otak dengan apapun yang Anda miliki,” kata Laurent.
Bertentangan
Waldorf pertama kali dikenal ketika laporan media mulai menyampaikan kontradiksi yang terlihat jelas di Silicon Valley.
Di sinilah – di jantung sektor teknologi dunia – dimana kami menemukan sekolah yang mementingkan apa yang dinamakan “pendidikan holistik (bagi) perasaan dan otak”.
Kurikulumnya dipusatkan para “keterampilan abad ke-21” seperti keyakinan diri, dispilin, kemandirian berpikir, kerja sama dan ekspresi seni.
“Kemampuan manusia ini tidak berkembang di depan layar. Anda harus benar-benar terlibat dalam membuat sesuatu dan melakukan berbagai hal itu sendiri,” kata Laurent.
Banyak orang tua menggunakan teknologi agar anaknya tetap sibuk, sehingga mereka tetap dapat melakukan pekerjaan rumah tangga. – Getty Images
Persiapan memasuki dunia nyata
Meskipun pesan itu sejalan dengan generasi baru orang tua Silicon Valley, banyak orang lain meyakini bahwa teknologi adalah alat yang diperlukan untuk abad ke-21 – keduanya untuk belajar di dalam kelas dan berhasil di luar ruangan.
Merve Lapus adalah seorang direktur senior Common Sense Media, sebuah organisasi yang memberikan masukan kepada sejumlah keluarga terkait dengan hiburan dan teknologi digital.
Dia menghabiskan waktu hampir sepuluh tahun untuk menganalisa dan memandu orang tua terkait dengan kemungkinan keuntungan dan kerugian penggunaan teknologi di ruangan kelas.
“Ya, (teknologi) dapat menyita perhatian, jadi bagaimana kita mengatasi hal ini? Karena terlalu banyak kesempatan (bagi anak untuk menggunakan teknologi) tetapi kita juga harus mempersiapkan mereka menghadapi dunia nyata, yang memerlukan seluruh hal ini,” katanya.
“Ketika Anda memikirkan masyarakat yang mengatakan: Kami akan mengambil berbagai alat tersebut`, mereka biasanya adalah masyarakat yang anak-anaknya memiliki akses ke teknologi di rumah. Itu benar-benar tidak terjadi pada masyarakat berpenghasilan rendah.”
Laurent: “Ini bukan berarti kita sama sekali menolak [teknologi].” – Getty Images
Menemukan keseimbangan
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) baru-baru ini mengeluarkan panduan baru dalam mengurangi jumlah pemaparan kepada layar yang diusulkan bagi anak-anak.
Anak-anak sampai berumur dua tahun seharusnya tidak dibiarkan sendirian menonton TV atau layar lainnya, kata WHO.
Batasan bagi anak berumur dua sampai empat tahun adalah satu jam atau kurang per harinya.
Tetapi Lapus menekankan tidak semua paparan terhadap layar dapat dipandang sama – dan dia mengutip tantangannya sendiri saat membesarkan dua anaknya yang berumur enam dan delapan tahun.
“Mereka seharusnya tidak sedini itu terpapar pada layar,” dia mengakui.
“Tetapi kenyataannya adalah saya harus memasak makanan malam. Dan Sesame Street adalah cara terbaik agar perhatian mereka tersita.”
“Saya dapat menghidangkan makanan di meja. Mereka dapat menonton sedikit Sesame Street. Tetapi sebagai orang tua saya memandang adalah tugas saya untuk menanyakan apa yang telah mereka pelajari.”
Sementara lama paparan terhadap layar tetap menjadi masalah yang diperdebatkan, Laurent mengatakan penggunaan teknologi tidaklah sama dengan sama sekali membatasi akses.
“Ini bukan berarti kita harus menolaknya sama sekali dan mengatakan bahwa kita seharusnya tidak pernah menggunakan komputer seumur hidup,” katanya.
“Yang diperlukan adalah pemahaman kapan saat yang terbaik untuk melakukan itu, dan melakukannya saat anak dan murid berumur berapa tahun agar mereka mampu menggunakannya.” (*/Viva)