Konflik Demokrasi Internal Partai Politik Dalam Konferensi Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat
Oleh: Afidatun Nahdiah
Penulis adalah Mahasiswa pada Mata Kuliah Partai Politik dan Sistem Perwakilan Magister Ilmu Politik Universitas Indonesia.
Kekisruhan partai Demokrat menunjukkan bahwa perjalanan demokrasi masih memiliki banyak catatan dan kerentanan di tubuh partai politik. Partai politik merupakan sarana penting bagi warga negara untuk terlibat dalam upaya menduduki jabatan politik di pemerintahan secara demokratis. Oleh karena itu, demokrasi di dalam internal partai menjadi tolak ukur demokrasi dalam tatanan pemerintahan.
Kader senior partai Demokrat, diantaranya Marzuki Alie dan kawan-kawan menggagas pelaksanaan Konferensi Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat. Konferensi ini menyiapkan Moeldoko yang merupakan Kepala Staf Kepresidena untuk menjadi Ketua Umum yang akan memimpin partai Demokrat, hingga akhirnya resmi terpilih dalam KLB.
Pelaksanaan KLB ini tentu saja menghadirkan kekisruhan besar Partai Demokrat. KLB melahirkan dualisme partai Demokrat antara hasil Konferensi yang saat ini masih diketuai oleh Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan hasil KLB yang diketuai oleh Moeldoko. Polemik ini melibatkan berbagai pihak, baik internal maupun eksternal partai Demokrat bahkan melibatkan pemerintahan.
Dilansir dari Merdeka.Com (15/03) memaparkan bahwa kubu Demokrat AHY meyakini bahwa KLB dilakukan Jhonny Allen Marbun dan kader pecatan lain, tidak sah secara hukum. Ini dikarenakan menabrak Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) yang telah ditetapkan pada Maret 2020, di bawah kepemimpinan AHY. Di mana sudah disahkan melalui SK Kemenkumham nomor M.HH-10.AH.11.01 Tahun 2020 yang diteken sejak 19 Mei 2020 lalu.
Kubu Moeldoko tidak tinggal diam. Alasan menggelar KLB KLB didasari atas tertutupnya segala informasi bagi para kader. Kepala Komunikasi Publik Partai Demokrat kubu Moeldoko, Razman Arif Nasution menyampaikan, kalau pihaknya berpegangan pada AD/ART 2005. Dengan AD/ART itu timbul KLB di mana Moeldoko sebagai ketua umum dan mantan ketua DPR RI Marzuki Alie sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat periode 2021-2025.
KLB didasari atas tertutupnya segala informasi bagi para kader. Bahkan mereka mengaku tidak puas terhadap kongres pada 2020. Di mana dalam kongres itu AHY dipilih secara aklamasi. Bahkan wewenang majelis tinggi yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai terlampau besar yang disebut-sebut melampaui wewenang Ketua Umum.
Aturan ini terlihat dari pasal 5, pasal 32 dan pasal 33. Menurut Razman, dalam aturan itu penyelenggaraan kongres tiap calon ketua umum yang berhak maju harus disetujui majelis tinggi Demokrat. Tentu ini menabrak undang-undang partai politik Nomor 2 tahun 2011. Celah dalam aturan itu itu menjadi dasar KLB digelar. Razman bahkan menyebut banyak kader Partai Demokrat melihat bahwa AD/ART Demokrat tahun 2020 diduga kuat akan menjadikan partai keluarga Cikeas.
Robert Michels, yang dikenal sebagai teoritisi tentang Iron Law of Oligarchy, menyatakan bahwa organisasi politik yang berlingkup besar seperti partai politik, bahkan setiap organisasi besar, cenderung dikelola secara oligarkis yang lebih melayani kepentingan sendiri daripada kepentingan organisasi. “The Iron Law of Oligarchy” sesungguhnya memberikan pesan bagi setiap organisasi yang hendak menghindari oligarki untuk mengambil sejumlah langkah pencegahan. Organisasi besar seperti partai politik itu harus menjamin agar para kader partai pada semua tingkatan organisasi dan para anggota tetap aktif dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan partai. Para pemimpin jangan diberi kewenangan absolut untuk mengelola partai secara sentralistik. Sepanjang tersedia saluran komunikasi terbuka antara para pemimpin dan pengurus dengan para kader dan anggota serta proses pembuatan keputusan dilakukan secara kolektif oleh para pemimpin, pengurus dan kader partai lainya; kepemimpinan oligarkis akan sukar terbentuk. (Ramlan, 2013:11)
Konflik internal partai Demokrat membuka kesalahan dan keburukan internal partai ke khalayak umum, namun disisi lain, apabila konflik dapat ditangani dengan baik akan menjadi perbaikan besar bagi partai. Konflik adalah hal biasa yang terjadi dalam setiap partai politik. Terutama konflik partai ini terjadi antara petinggi partai Demokrat, yang sesungguhnya memiliki pemahaman serta kebijaksanaan yang telah teruji.
Adapun kritik serta gesekan yang terlontar kepada antar dua kubu, merupakan catatan untuk perbaikan bagi sistem internal partai. Perdebatan ini harus disikapi dengan saling menerima komunikasi internal kader partai. Jika yang dikedepankan adalah kepentingan masing-masing serta kelompok golongan, maka kepentingan-kepentingan lain secara liar akan turut serta memanaskan konflik sehingga merugikan partai Demokrat sendiri. (***)