Siswi Kabul Sekolah usai AS Hengkang: Saya Tak Takut Taliban
JAKARTA – Sehari setelah pasukan terakhir Amerika Serikat hengkang dari Afghanistan pada Senin (30/8), sejumlah siswi di Kabul kembali ke sekolah. Mereka mengaku tidak takut dengan Taliban yang kini berkuasa.
Salah satu anak perempuan yang tetap ke sekolah pada Selasa pagi, Masooda, mengaku bersemangat untuk kembali ke kelasnya di salah satu fasilitas swasta di Kabul.
“Saya tidak takut Taliban. Mengapa harus takut?” katanya kepada Associated Press.
Taliban sudah memerintahkan sekolah untuk kembali beroperasi sejak empat hari lalu. Namun, murid laki-laki dan perempuan harus duduk terpisah.
Setelah mengambil alih kekuasaan pada 15 Agustus lalu, Taliban memang berjanji akan memberikan hak penuh bagi perempuan untuk bersekolah dan bekerja.
Namun, banyak pihak masih meragukan janji Taliban itu karena kelompok itu melarang perempuan sekolah dan bekerja ketika mereka pertama kali berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001 silam.
Pada pekan lalu saja, Taliban mengimbau perempuan untuk berdiam diri di rumah dahulu karena para anggota milisinya belum terlatih untuk menghormati kaum hawa.
Seorang jurnalis senior yang kerap meliput Taliban dari dekat, Najieb Khaja, mengakui bahwa kelompok itu memang memiliki basis anggota dan massa sangat luas, dengan sikap dan pengetahuan berbeda.
“Taliban sangat beragam. Ada beberapa lapis berbeda dalam kelompok ini. Ada yang bergaya hidup internasional, bertemu dengan para pemimpin politik, berjumpa orang-orang dengan pandangan politik berbeda di Doha dan negara lain. Mereka bisa duduk bersama orang lain dan berbincang,” kata Khaja kepada CNN.
“Namun, ada pula yang hidup di bawah radar di Afghanistan dan Pakistan. Orang-orang ini tidak sepragmatis dan fleksibel orang-orang yang biasa kita lihat di media. Mereka tidak takut AS. Mereka terbiasa berperang, melihat temannya tewas.”
Khaja menjelaskan, kelompok-kelompok Taliban yang konservatif biasanya berasal dari wilayah selatan, seperti Kandahar. Sementara itu, anggota-anggota di kawasan timur Afghanistan biasanya lebih progresif.
Ia lantas bercerita pengalamannya bertemu dengan seorang anggota Taliban dari Kandahar, beberapa hari setelah kelompok itu mengambil alih kekuasaan di Afghanistan.
Saat itu, Khaja mencoba melakukan liputan ke salah satu universitas karena seharusnya sudah buka setelah masa libur. Namun ternyata, libur diperpanjang.
Khaja kemudian bertanya kepada anggota Taliban yang ada di lokasi, “Apalah ada perintah dari atas tentang para perempuan?”Anggota Taliban itu kemudian menjawab, “Perempuan tidak bisa masuk.”
Beberapa hari kemudian, Khaja bertemu dengan beberapa anggota Taliban lainnya dan memberi tahu tentang kejadian tersebut.
“Mereka seperti sangat marah dan mengatakan, ‘Dia tidak boleh melakukan itu. Itu bertentangan dengan Islam,'” kata Khaja bercerita.
Lapisan sosial Taliban yang beragam ini pun dianggap sebagai salah satu tantangan kelompok itu untuk memenuhi janjinya memberikan kebebasan bagi kaum perempuan.
Saat ini, dunia dianggap berbeda dari saat Taliban masih berkuasa puluhan tahun lalu. Kini, dunia akan menanti Taliban akan benar-benar menepati janjinya atau tidak. (*/CNN)