Ada LSM “Sekongkol” dengan Dubes Eropa Menentang Pidana LGBT di Indonesia
JAKARTA — Sejumlah duta besar negara eropa untuk Indonesia telah berupaya ‘menolak’ perluasan pasal zina dan Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) di revisi UU KUHP. Lalu adakah LSM di Indonesia yang juga berusaha menggagalkan perluasan ini?.
Anggota Panja Revisi UU KUHP, Nasir Djamil menyebut bahwa ada juga sejumlah lembaga HAM dan Perempuan yang juga menentang perluasan pasal zina dan LGBT. “Para duta besar ini menyuarakan apa yang sudah disuarakan pegiat LSM yang sudah bicara sama,” kata Nasir Djamil, Rabu (13/2).
Nasir menyebut bahwa LSM yang menentang perluasan pasal pidana LGBT maupun pasal zina, memang punya ‘tugas’ seperti itu. Dijelaskannya, ada pertemuan orang-orang maupun lembaga yang menyebut dirinya pegiat HAM di Yogyakarta. Pertemuan ini yang menghasilkan ‘The Jogjakarta Principal’ yang menjadi pedoman bagi mereka.
Sehingga saat memberi masukan soal perluasan pidana LGBT maupun zina, mereka menentangnya. “Sikap mereka adalah bahwa pidana LGBT itu hanya dikenakan pada mereka yang melakukannya terhadap anak di bawah umur. Jika dilakukan orang dewasa maka bukan tindak pidana,” papar Nasir.
Nasir menjelaskan mayoritas fraksi sudah menyepakati perluasan pasal pidana LGBT dan zina. “Kami ingin sampaikan ke teman-teman pegiat HAM bahwa Indonesia adalah negara yang Berketuhan. Kedua, hak asaasi orang lain juga harus dibatasi dengan UU. Ini juga dalam rangka menghormati hak orang lain. Gak bisa semau gue juga,” ungkapnya.
Pada saat pembahasan revisi UU KUHP, sejumlah duta besar negara uni eropa di Indonesia ternyata telah menemui Komisi III DPR. Mereka mencoba untuk ‘menghalangi’ dimasukannya sejumlah persoalan moralitas, seperti zina, LGBT. (*/Republika.co.id