Aruku’ Asujud untuk Lombok dan Palu
FAKTA BANTEN – Seluruh Jamaah Maiyah berprihatin, bersedih dan berdoa untuk semua Saudara kita yang menjadi korban gempa besar di Lombok dan kemudian Palu. Jamaah Maiyah mengkhususkan waktu untuk menshalat-jenazahi semua yang dipanggil Allah, melakukan apapun saja yang bisa meringankan penderitaan Saudara-saudara kita, terutama yang bisa menjangkau dan memiliki fasilitas untuk itu.
Jamaah Maiyah meyakini bahwa bagi semua Saudara-saudara yang meninggal dalam keadaan tidak bersalah kepada Allah, gempa itu adalah perkenan dan panggilan langsung ke surga-Nya.
Bagi Saudara-saudara yang bersalah, semoga merupakan proses pembersihan dosa dan pelimpahan ampunan, untuk kemudian dilimpahi surga yang sama.
Dan bagi Saudara-saudara yang diizinkan meneruskan perjuangan dan ibadahnya di dunia, oleh Allah Swt gempa itu dijadikan sumber kesadaran baru, mata air kebijaksanaan hidup, ketangguhan mental, kekuatan hati, sekaligus dibukakan oleh-Nya pintu-pintu rizki yang baru.
Bagi Saudara-saudara di wilayah lain, bersama Jamaah Maiyah bersatu memperbaiki hubungan baik dengan Allah Swt dalam seluruh aspek kehidupan dan penghidupan.
Serta menambahkan terus investasi cinta dan kepatuhan kepada Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Shollu ‘alaihi wa sallimu taslima . Karena beliau satu-satu-Nya Kekasih Allah yang diperkenankan menggenggam Syafa’at, hak tawar nasib atas semua ummatnya.
Tabungan hubungan baik dengan Allah serta cinta kepada Rasulullah Saw itu diwujudkan dengan memastikan dan memperluas taburan kasih sayang kepada sesama manusia, dalam situasi alam, sosial, budaya, ekonomi maupun politik yang bagaimanapun.
ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻟِﻴُﻌَﺬِّﺑَﻬُﻢْ ﻭَﺃَﻧﺖَ ﻓِﻴﻬِﻢْۚ ﻭَﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻣُﻌَﺬِّﺑَﻬُﻢْ ﻭَﻫُﻢْ ﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻭﻥَ
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu (Muhammad) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengadzab mereka, sedang mereka meminta ampun” (Al-Anfal: 33).
Jika Allah memberikan peringatan, ujian atau hukuman, Jamaah Maiyah tidak menyalahkan siapapun. Karena setiap manusia memiliki akal dan nurani untuk menemukan sendiri apa yang terjadi pada dirinya masing-masing maupun masyarakatnya.
Jamaah Maiyah menadahkan tangan ke langit, memohon kemurahan Allah agar memberi hidayah kepada seluruh bangsa Indonesia, Pemerintah maupun rakyatnya, ummat maupun bangsanya—dengan memulai pada diri mereka sendiri segala perkataan dan perbuatan yang tidak menimbulkan konflik dengan Allah. Yang tidak menghilangkan hak pelimpahan Syafaat dari Rasulullah Saw. Yang tidak mengarah kepada kemerosotan iman, penghancuran kemanusiaan, kebobrokan Negara, kefakiran penghidupan, serta kemusnahan sejarah.
Apakah peristiwa alam yang merugikan manusia itu disimpulkan sebagai peringatan, ujian ataukah hukuman, masing-masing manusia mencari maknanya sendiri.
Apakah sunnatullah pada pergerakan lempengan Bumi itu merupakan bencana ataukah ongkos bagi tunainya iman dan kepasrahan kepada Maha Pencipta, setiap hamba-Nya dipersilahkan menilainya sendiri-sendiri.
Apakah terjadinya “shoihatan wahidatan” (satu teriakan dari langit) itu dimaksudkan untuk semua penduduk atau disebabkan karena kesalahan atau kemaksiatan sebagian di antara mereka—tidak ada satu pihak pun di antara ummat manusia yang bisa menyimpulkan dan mengklaimnya.
Manusia tidak menciptakan kehidupannya sendiri, tidak membikin matahari, bumi, dan alam semesta. Manusia tidak berkuasa atas apapun pada dan di dalam kehidupannya. Manusia tidak punya hak milik atas apapun, termasuk atas dirinya sendiri. Sehingga tidak punya pilihan kecuali bersikap kooperatif, bekerjasama dan berunding terus-menerus dengan Yang Maha Menciptakan, Maha Memiliki dan Maha Menentukan kehidupan manusia.
Akan tetapi adalah tradisi perilaku-Nya, bahwa Allah tidak menenggelamkan matahari tanpa kemudian menerbitkannya kembali. Tak ada kesulitan yang Ia menghadirkannya tidak bersama dengan kemudahan. (*)
(Mbah Nun dan Masyarakat Maiyah)
Yogyakarta, 1 Oktober 2018.