Sidang KI Soal Biaya Operasional Gubernur dan Wagub Banten Berlangsung Panas
SERANG – Sidang lanjutan ajudikasi sengketa dugaan kasus keterbukaan informasi publik dengan nomor register 022/V/KI/BANTEN-PS/2019 tentang biaya operasional pimpinan (BOP) Gubernur dan Wakil Gubernur Banten kembali digelar dengan agenda pembuktian dari kedua belah pihak baik dari pihak pemohon ataupun pihak termohon, Selasa (13/8/2019), di kantor Komisi Informasi (KI) Provinsi Banten.
Persidangan dipimpin Ketua Majelis Hakim, Suwardi dan dibantu dua anggota Majelis Hakim, Maskur dan Hilman turut menghadirkan Ketua Perkumpulan maha Bidik Indonesia, Moch Ojat Sudrajat selaku pemohon, dan 4 perwakilan Pemprov Banten, Rahmadi, Sukandar, Ari Widodo dan Dedi Supriadi selaku termohon.
Dalam persidangan sempat terjadi sedikit perdebatan antara kedua belah pihak. Pasalnya, pihak termohon merasa keberatan atas video pada persidangan pertama di Komisi Informasi yang dijadikan alat bukti oleh pihak pemohon untuk melakukan pelaporan ke Bareskrim Mabes Polri.
“Kami tidak diberikan, karena pemohon tidak beritikad baik dalam menggunakan dokumen. Terbukti dengan laporannya ke Bareskrim Mabes Polri pada minggu lalu,” ucap salah seorang dari pihak termohon.
Untuk diketahui, Moch Ojat Sudrajat, melaporkan dugaan penyimpangan dana operasional Gubernur dan Wakil Gubernur Banten ke Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, pada hari Jum’at tanggal 2 Agustus 2019 lalu, dengan menyertakan tiga dokumen di antaranya video rekaman sidang pertama Komisi Informasi Provinsi Banten yang diprotes oleh pihak termohon.
Hal tersebut dilakukan Ojat setelah dirinya mengetahui jika dana operasional Gubernur tidak di SPJ-kan yang terungkap saat gelaran sidang pertama di Komisi Informasi Provinsi Banten.
Dalam persidangan, Ojat pun menanggapi protes yang disampaikan pihak termohon atas penggunaan video pada sidang pertama di Komisi Informasi menjadi alat bukti dalam laporannya ke Bareskrim Mabes Polri.
“Bukti berupa video hasil dari persidangan yang sifatnya lembaga, yaitu dibentuk berdasarkan undang-undang. Maka sah digunakan ketika persidangan itu dinyatakan terbuka dan untuk umum, tanoa harus ada izin dari pihak manapun,” sanggahnya dalam persidangan.
Ketua Majelis Hakim, Suwardi menunda sidang dengan agenda pembuktian kedua belah pihak tersebut. Sidang akan kembali dilanjutkan pada tanggal 23 Agustus 2019 mendatang, dan pihak termohon diminta untuk menghadirkan saksi ahli. Namun jika saksi ahli tidak dapat dihadirkan oleh pihak termohon, maka sidang hasil putusan akan dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2019.
Usai persidangan, keempat perwakilan Pemprov Banten yang dihadirkan pada persidangan, enggan memberikan tanggapannya terkait proses persidangan tersebut dengan alasan tidak ada wewenang untuk menyampaikan.
Sementara itu, ditemui ditempat terpisah, Kepala Biro Umum Provinsi Banten, Ahmad Syaukani memberikan tanggapannya atas dana operasional Gubernur yang tidak di SPJ-kan. Menurutnya, SPJ untuk pimpinan hanya berbentuk lumsum (kontrak jasa -red) atau hanya berbentuk kwitansi tanda terima.
“SPJ-nya berbentuk kwitansi penerimaan, dan itu sudah di audit BPK,” ucap Syaukani.
Diungkapkan Syaukani, bahwa skema SPJ untuk pimpinan dengan bentuk lumsum atau kwitansi tanda terima sudah dilakukan sejak dulu.
“Sudah dari dulu, bahkan sejak sebelum periode Gubernur Wahidin Halim,” tandasnya. (*/Qih)