Aktivis Minta Walikota Cilegon Buktikan Soal Kejari Ikut Pengadaan Paket Sembako Covid-19
CILEGON – Elemen masyarakat menyoroti serius pernyataan Walikota Cilegon Edi Ariadi di media online pada Rabu (26/5/2020), yang menyebutkan adanya dugaan keterlibatan lembaga penegak hukum di Kota Cilegon sebagai penyedia atau pihak ketiga dalam pengadaan paket sembako bantuan Covid-19.
DPD Al-Khairiyah Cilegon menilai pernyataan Walikota tersebut harus dibuktikan, bukan hanya sebatas melempar isu.
Baca juga : Walikota Cilegon Ungkap Penyedia Sembako Covid-19 Ada Dari Unsur Kejaksaan
“Jika Walikota bisa buktikan Kejari sebagai penyedia beras rusak, saya kasih beras kualitas super 10 ton yang halal,” tegas Sekretaris Umum DPD Al-Khairiyah Kota Cilegon, Ahmad Munji, Rabu (27/5/2020) siang.
Lebih lanjut, Munji juga menyoroti soal ancaman Edi yang akan menyetop sementara penyaluran bantuan paket beras atau sembako kepada masyarakat dengan alasan jika persoalan paket sembako tersebut dipermasalahkan atau diproses secara hukum oleh pihak Kejari Cilegon.
“Kami duga ancaman itu hanya omong kosong dan terkesan arogansi saja. Emang Walikota Cilegon punya nyali? Kami sarankan Walikota jangan asal ngomong, emang anggaran APBD ini punya bapak moyangnya? APBD Cilegon ini milik rakyat Cilegon, bilang itu sama Walikota biar dia tau diri!” kecam Munji.
Selain itu, Munji sangat menyesalkan apabila benar terjadi penghentian distribusi bantuan oleh Pemkot Cilegon, kepada masyarakat yang membutuhkan di tengah pandemi Covid-19.
“Dia (walikota-red) itu harus mikirin keperluan masyarakat jangan ngukur perutnya sendiri. Sebagian besar masyarakat Cilegon juga terdampak Covid 19 dan perlu bantuan APBD Cilegon yang hadir membantu kebutuhan mereka. Soal beras rusak ngapain harus terkesan marah-marah ke Kejari pake ngancem segala,” ketus Munji.
“Kalau Kejari itu dituduh penyedia, Walikota harus bisa buktikan jangan asal ngecap,” imbuhnya tegas.
Munji juga meminta Walikota Cilegon agar bisa membuktikan, dan transparan kepada publik terkait estimasi harga bantuan sembako tersebut.
“Kami tunggu siapa orangnya? Apa perusahaannya? Berapa harga lazim beras tidak rusak itu di Bulog? Kenapa beras rusak diberikan kepada warga yang lagi susah? Emang di pengadaan gak ada pemeriksa barang (Quality Control)? Ini mau niat membantu? Apa mau menghina warga yang susah?” ujar Munji.
Munji juga menilai soal pihak penyedia yang dibilang ngadain paket sembako pakai duit sendiri dan belum dibayar, hal itu merupakan tanggungjawab Pemerintah.
“Kenapa harus terkesan sewot kepada Kejari. Kemudian jika Kejari mau memeriksa perihal beras jelek itu ya wajar-wajar saja namanya juga institusi hukum di daerah, kenapa jadi terkesan arogan begitu,” bebernya.
“Kemudian jika beras jelek atau tidak layak makan di anggap “biasa biasalah” Walikota model apa itu? Pemerintah ngasih barang jelek kok dibanggap biasa,” tambahnya.
Terkait ucapan Walikota Cilegon yang menyebut bahwa pihak Kejaksaan Nageri (Kejari) Kota Cilegon juga diduga ikut terlibat sebagai penyedia paket sembako tersebut, pihaknya mengaku prihatin.
“Memangnya Kejari itu CV atau Perseroan terbatas (PT)? Kejari itu institusi hukum bung bukan suplayer sembako. Kami prihatin jika Kejari Cilegon dituding sebagai penyedia barang, dan jika walikota yakin dengan tudingan itu coba buktikan biar jelas itu jangan cuma gaduh dan berisik?” katanya.
“Kalau Walikota punya nyali buktikan di Pengadilan kami kasih hadiah beras super 10 Ton saya kirim ke rumahnya dan ini beras halal bukan hasil korupsi,” tandasnya.
Sementara Ketua Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC) Rizki Putra Sandika, menilai bahwa selama ini penegakan hukum di Cilegon terkesan mandek padahal banyak persoalan di Pemerintah.
Atas adanya ungkapan Walikota Cilegon itu, Ketua IMC mengakui bahwa hal itu satu hal yang tidak bisa dimaklumi.
“Sejak saya kuliah di jurusan Hukum Tatanegara, saya baru tahu kalau tugas Kejari itu menyuplai kebutuhan pokok bantuan Covid-19. Pantesan Trias Politica di Cilegon ambyar,” ungkap Rizki di akun facebooknya. (*/Ilung)