Mengenal Siti Noviyanti, Dokter Muda Tim Medis Covid-19 di RSU Banten
SERANG – Tenaga medis yang berjuang di garda terdepan dalam menangani kasus Covid-19 memang patut diapresiasi. Di tengah wabah virus corona yang kian masif, mereka mengorbankan waktu, pikiran, tenaga bahkan nyawa sekalipun.
Seperti dr. Siti Noviyanti (27) yang bekerja di Rumah Sakit Umum Banten (RSUB) yang merupakan rumah sakit rujukan pasien covid-19 yang terletak di Kota Serang, Provinsi Banten. Ia harus melawan kejenuhan rutinitas serta rasa kekhawatiran terpapar virus itu sendiri.
Sudah lebih dari 2 bulan Ovi (panggilan akrab Siti Noviyanti) bergabung dalam tim medis penanganan covid-19 di RSUB untuk menangani pasien-pasien baik yang PDP ataupun yang positif.
“Waktu itu saya tugas di Puskesmas, ketika ada tawaran gabung di tim covid saya langsung ikut. Awal sih takut, tapi karena saya terbiasa ikut aksi kebencanaan, jadi gak terlaku mikir aneh-aneh. Tapi keluarga juga sempat agak menolak. Saya yakinkan mereka kalau saya akan baik-baik saja. Akhirnya merekapun mengizinkan,” cerita dr Ovi saat ditemui di Kota Serang, Selasa (9/6/2020).
Sempat merasa risih ketika diawal bertugas harus menggunakan APD (alat pelindung diri) secara lengkap. Namun menurutnya, justru hal itu seolah menjadi tantangan baru bagi dirinya yang memang kerap turun dalam aksi kebencanaan.
“Sekarang sih udah biasa pakai APD lengkap. Kalau pas awal-awal tuh ngerasa ribet. Tapi karena aku orangnya suka tantangan juga, jadi gak terlalu masalah sih,” ujarnya.
Ia mengaku, selain mengalami kejenuhan bertugas di rumah sakit rujukan pasien covid-19 karena aktifitas sehari-hari yang itu-itu saja. Disebutkan Ovi, jika stigma negatif masyarakat yang diberikan kepada tenaga medis penanganan covid-19 sebagai orang yang terinfeksi turut menjadi beban tersendiri.
Hal itu pun lantas membuat tenaga medis seperti orang yang harus dijauhi. Sehingga, berolahraga disekitaran hotel tempat para tenaga medis RSUB menginap menjadi penawar disela-sela kesibukan bekerja.
“Iya jenuh, rutinitasnya rumah sakit dan hotel, gitu aja. Paling aku olahraga disekitaran hotel, komunikasi pun lewat telepon paling. Yang paling sedih itu pas lebaran kemarin. Jadi baru kali ini aku ngucapin selamat lebaran cuma lewat voicenote (pesan suara). Jadi terasa sedih,” ungkapnya.
Diceritaikan, berbagai hal dialami tenaga medis di RSUB dalan penanganan pasien covid-19. Mulai dari pasien yang ingin kabur, hingga pasien yang ingin bunuh diri pernah dihadapi oleh tim medis di RSUB. Meski hal itu tidak pernah benar-benar terjadi.
“Sukacitanya sih solidaritas temen-temen jadi lebih kebentuk, jadi lebih saling nyemangatin. Pas jaga, tim itu saling back-up, saling berbagi, saling sharing, itu jadi lebih solid. Bukan itu saja, kadang ucapan terimakasih yang berkali-kali diucapkan pasien itu kayak rasa syukur kita. Itu jadi satu penghargaan berlebih, itu udah bikin kita bahagia,” tuturnya.
“Ada yang lucu kemaren. Ada pasien yang sudah mengalami penurunan kesadaran, pasien wanita dari Pandeglang. Jadi tiap kita mau pasang alat ketubuhnya, itu pasien teriak ‘woy ngopi-ngopi‘. Hingga itu jadi becandaan aja dengan si pasiennya. Kita pun kerap ketawa-ketawa sama pasiennya. Itu seolah jadi hiburan aja,” imbuhnya.
Meski menyatakan jika pasca lebaran sudah mengalami penurunan pasien covid-19 yang dirujuk ke RSUB. Namun, ia menegaskan jika hal itu bukan menjadi jaminan jika wabah covid-19 akan segera berakhir. Ditegaskan Ovi, ia pun merasa pasrah dan siap dengan segala kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi kelak.
“Sekarang lebih santai, pasca lebaran. Karena pasiennya agak turun. Sehari itu aku nanganin paling 1 sampai 5 pasien. Kalau dulu itu bisa sekitar 10 sampai 15 pasien. Tapi aku gak berharap banyak juga, gak bisa memastikan ini akan berakhir cepet. Dan kita pun mau gak mau ya harus siap. Kita akan berjuang terus semampu kita sampai wabah ini selesai,” tandasnya. (*/YS)