Megawati Minta Sejarah 1965 Diluruskan, PA 212 Desak PDIP Dibubarkan

JAKARTA – Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk meluruskan sejarah soal Sukarno dan peristiwa 1965. Terkait pernyataan tersebut, Persaudaraan Alumni (PA) 212 meminta PDIP dibubarkan.
Wasekjen PA 212 Novel Bamukmin awalnya menilai Megawati tidak sedang ingin meluruskan sejarah. Menurutnya, ada upaya pemaksaan tafsir tunggal tentang Pancasila yang berkaitan dengan komunisme.

Novel bicara soal upaya bangkitnya PKI. Kemudian dia menyinggung soal Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP).

“Saya melihat kok Indonesia mau dibawa dalam kebodohan terus oleh Megawati karena PKI bangkit di jaman Soekarno adalah masa paling bodoh, karena sejatinya sebodoh-bodohnya orang jangan sampai masuk 2 kali ke dalam lobang yang sama. Karena PKI mulai berontak tahun 1926 dan bangkit 1948 itu sudah bodoh karena bisa bangkit. Lalu di jaman Soekarno lebih bodoh lagi bangkit sampai 3 kali, itu jelas kebodohan bertumpuk-tumpuk, eh diperjelas oleh rezim ini dengan RUU HIP diduga kuat kebangkitan komunis yang ke-4,” kata Novel kepada wartawan, Rabu (25/11/2020).

Dia menduga Megawati ingin membuat sejarah menjadi simpang siur. Dia menyinggung soal Hari Kelahiran Pancasila yang diperingati tiap 1 Juni hingga akhirnya menjadi hari libur nasional sejak 2017.

“Jadi jelas Megawati itu bukan mau meluruskan tapi mau disimpangsiurkan untuk tujuan penggelapan sejarah pemaksaan tafsir tunggal tentang Pancasila yang berbau komunis yaitu peluang Pancasila rasa komunis adalah rumusan Pancasila 1 Juni yang unsur ketuhanan ditaruh di sila ke-5. Artinya ayat-ayat konstitusi harus di atas ayat-ayat suci atau minimal Pancasila sekuler dan itulah yang terjadi, 1 Juni dijadikan tanggal merah libur nasional,” kata dia.

Kemudian dia meminta PDIP dibubarkan. Menurutnya, jika ingin meluruskan sejarah semestinya didasarkan dari korban PKI yakni umat Islam, ulama, kiai hingga ulama.

“Dan olehnya PDIP harus dibubarkan sebelum para kadernya dan pengurusnya berbuat makar dan pengkhianatan dengan terlapornya Rieke Diah Pitaloka sebagai ketua panja dan Hasto Kristianto yang mengarahkan Pancasila diganti menjadi trisila dan ekasila, menghidupkan warisan Soekarno kembali. Dan inilah yang dimau oleh Megawati setelah kalap RUU HIP ditolak rakyat,” kata dia.

PDIP Pertanyakan Desakan PA 212

Politikus PDIP Trimedya Pandjaitan mengatakan permintaan Megawati logis. Sebab, menurutnya, pada masa Orde Baru, peran Sukarno dimanipulasi.

“Apa yang disampaikan Bu Mega itu kan logis. Itu menurut Ibu yang sebagai darah daging Bung Karno itu minta diluruskan, dan itu sebagai sesuatu yang fair. Toh juga di dalam buku-buku sejarah zaman saya SD dulu kan juga jelas bagaimana peran Bung Karno dalam membangun negara ini. Tapi kan pada saat era Soeharto banyak yang dimanipulasi,” kata Trimedya.

Pijat Refleksi

Anggota Komisi III DPR ini lalu mempertanyakan permintaan PA 212 agar PDIP dibubarkan padahal partainya punya legalitas. Dia menilai pernyataan Novel berupaya menyerang PDIP.

“Kalau katanya bubarkan PDIP ya apa dosanya PDIP? PDIP partai yang legal, didirikan legal. Aktanya ada, pendirinya ada. Bagi kami, yang kami harus ikuti adalah aturan hukum di negara ini. Jadi kalau itu nggak ada dasarnya,” kata dia.

Sementara itu, politikus PDIP lain, Masinton Pasaribu, mengatakan pelurusan sejarah penting untuk generasi bangsa. Sebab, menurutnya, sejarah saat ini masih terdistorsi era Orde Baru.

Menurutnya, permintaan Megawati kepada Mendikbud soal pelurusan sejarah relevan dan penting agar informasi sejarah tidak simpang siur. Dia menyebut pihak yang tak setuju dengan usul Megawati karena faktor minim wawasan.

“Adapun orang yang bereaksi terhadap keinginan kita atau Ibu Megawati yang meminta negara melalui Kementerian Pendidikan untuk melakukan pelurusan sejarah, menurut saya orang yang bereaksi tersebut minim wawasan dan pengetahuan tentang sejarah. Di sinilah pentingnya bahwa pelurusan sejarah ini bukan untuk mengkultuskan seseorang, tetapi ingin sejarah itu dicatatkan dalam tinta Merah Putih dan generasi bangsa kita ke depan mengetahui persis tentang proses dan rangkaian peristiwa dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia,” kata Masinton.

Sebelumnya, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri mengatakan gambaran sejarah Indonesia seperti terpotong sejak 1965. Padahal, menurutnya, sejarah 1965 itu merupakan tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Saya bicara kepada Pak Nadiem karena beliau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ya harus bagaimana ya, apakah hal ini tidak boleh diajarkan? Apakah sejarah bangsa kita harus terputus? Dari abad sekian arkeolog bilang begini, ada ratu ini, ada raja ini, tapi tahun ’65 begitu, menurut saya seperti sejarah itu dipotong, disambung, dan ini dihapus,” kata Megawati dalam diskusi virtual di akun YouTube Museum Kepresidenan Balai Kirti, Selasa (24/11/2020).

Megawati kemudian mengenang kebesaran Sukarno sebagai proklamator kemerdekaan Indonesia, juga menjadi penggagas Konferensi Asia-Afrika. Namun Mega mengatakan kisah Sukarno itu dihapus pada era Orde Baru. Ia menyebut elite politik patah lidah, semua orang takut menyebut Sukarno sebagai proklamator.

Ketua Umum PDIP itu kemudian meminta Mendikbud Nadiem Makarim mengkaji ulang sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah. Megawati berharap ada pelurusan sejarah soal Sukarno dan peristiwa 1965.

“Saya hanya permintaan saya itu bahwa tidakkah bisa diluruskan kembali (sejarah tentang) seorang yang bisa memerdekakan bangsa ini?” kata Mega. (*/Detik)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien