Proyek “Pemusnahan” Hutan Mangrove Demi Pabrik Kimia Lotte di Cilegon, Sesuai Aturankah?

Sankyu

CILEGON – Pembabatan dan alih fungsi menjadi kawasan industri terus menghilangkan keberadaan hutan bakau atau mangrove di Kota Cilegon. Seperti hutan mangrove di kawasan pesisir Tanjung Peni Kecamatan Citangkil dan Lelean, Kecamatan Grogol yang tengah dilakukan oleh perusahaan skala raksasa yakni PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) sejak beberapa bulan terakhir.

Menurut informasi yang dihimpun, ada seratus hektar lebih kawasan hutan mangrove yang sedang direklamasi dalam upaya tahapan proyek pematangan lahan PT LCI yang akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan.

Padahal, di hutan mangrove tersebut merupakan pangkalan dan terdapat kampung nelayan yang memiliki historis panjang bagi masyarakat Cilegon. Selain itu, pada hari-hari tertentu seperti Idul Fitri dan Tahun Baru, hutan mangrove tersebut menjadi objek wisata bagi masyarakat Kota Baja ini.

Sehingga dengan digusurnya hutan mangrove tersebut mendapat kritik dari beberapa warga Cilegon, seperti yang diungkapkan netizen di Fanpage Kawan Fakta Banten. Salah satunya Muhibudin, yang merasa kehilangan dengan beberapa tempat kenangan yang ada di hutan mangrove tersebut.

“Selamat tinggal tancang, selamat tinggal werakas, selamat tinggal kekalen, selamat tinggal kepiting reroyo, blodog, bloso berikut lubang-lubanya,” tulisnya, Jum’at (21/6/2019).

Begitu juga protes yang ditulis oleh Akun Facebook Muhdirijin, yang menilai pemerintah tidak peduli dengan pariwisata di Kota Cilegon.

“Ini tandanya pemerintah kota dan gubernur tidak peduli tempat wisata, tidak peduli penghijauan, tidak peduli pantai, tidak peduli nelayan, tidak peduli rakyat kecil. Sebegitu ambisikah dalam pembangunan proyek sampai-sampai tebang habis mangrove, meniadakan pantai pesisir di Cilegon,” keluhnya.

Sisa-sisa kawasan hutan mangrove di Tanjung Peni Citangkil yang beberapa waktu lalu tengah dibersihkan oleh proyek PT Lotte Chemical / Dok

Suatu realitas yang kontras dengan kebijakan Kementerian Lingkungan Hidup Kehutanan melalui Undang-Undang Kehutanan dan UU No 5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dimana undang-undang tersebut memandang mangrove sebagai hutan yang harus dilestarikan. Sedangkan di Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki tugas dan fungsi menyangkut pelestarian sumber daya pesisir, di antaranya hutan mangrove.

Adapun dari sisi Kementerian Lingkungan Hidup menilai kerusakan mangrove menjadi kriteria baku kerusakan ekosistem. Beberapa UU terkait hutan mangrove adalah UU No 41/1999 tentang Kehutanan, UU No 26/2007 tentang Penataan Ruang, UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, dan UU No 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Mangrove merupakan sumber daya penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem pesisir yang berfungsi sebagai ruang berkembangbiaknya sumber daya ikan. Mangrove juga jadi “sabuk hijau” ketika bencana, pencegah laju abrasi pantai, hingga bahan bakar kayu.

Sekda ramadhan

Namun karena mengakomodir kepentingan industri, entah mengapa perlindungan terhadap hutan mangrove ini seakan tak optimal dan maksimal direalisasikan meski jelas diatur oleh aturan negara.

Dalam pasal 50 UU Kehutanan, melarang pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove.  Bahkan pada pasal 78 diatur masalah pidananya dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.

Diketahui, setiap perusahaan yang membabat hutan mangrove, kabarnya harus mengganti menanam mangrove dengan lahan dua kali lipat terlebih dulu dari luasan hutan mangrove yang dibabat tersebut.

Perusahaan yang akan membabat hutan bakau harus terlebih dahulu mengganti menanam mangrove di atas lahan yang lokasi lahan untuk mengganti hutan bakau yang dibabat oleh setiap perusahaan, ditentukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota setempat.

Terpantau, material lumpur kupasan Hutan Mangrove yang berasal dari proyek Lotte diduga diuruk ke areal kawasan pelestarian alam Situ Rawa Arum, belum lama ini / Dok

Di lain sisi, selain penghilangan hutan mangrove dilakukan massif untuk kepentingan proyek tersebut, proyek turunan dari kegiatan Pembangunan Pabrik Kimia Lotte ini juga menuai masalah lain, yakni dengan mencuatnya dugaan perusakan lingkungan di kawasan resapan air Situ Rawa Arum, di Kecamatan Grogol.

Situ Rawa Arum diduga jadi tempat pembuangan bekas kupasan lumpur dan hutang Mangrove di areal proyek PT LCI. Jutaan kubik material bekas kupasan lumpur dan tanaman mangrove diuruk ke areal lahan di sekitar Situ yang digadang-gadang jadi objek wisata oleh Pemerintah Kota Cilegon ini.

Sementara, Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Cilegon, hingga kini belum bisa dikonfirmasi terkait dimana lokasi lahan untuk mengganti hutan mangrove yang mestinya sudah tertuang dalam dokumen Amdal untuk PT LCI. Begitupun dengan manajemen PT LCI yang terkesan tertutup, dan kurang merespon ketika coba dikonfirmasi oleh awak media.

Lalu pertanyaan kita sekarang, apakah “Pemusnahan” Hutan Mangrove oleh proyek PT Lotte Chemical Indonesia ini sudah sesuai ketentuan perundang-undangan, dan dikaji secara komprehensif dalam Dokumen AMDAL?

Bagaimana dengan konsekuensi kerusakan lingkungan yang diakibatkan, dan upaya untuk menanggulanginya. Selayaknya ini dijelaskan ke publik, baik oleh pihak industri yang berkepentingan maupun oleh pemerintah.

Bagaimana menurut kawan Fakta?

Honda