SERANG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyampaikan dakwaan terhadap dua orang dari pihak swasta yang disebut telah melakukan korupsi atas proyek pembangunan jalan akses Pelabuhan Warnasari milik PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM).
Sidang dakwaan yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Serang, Kamis (23/11/2023), menghadirkan Tb Abubakar Rasyid selaku Dirut PT Arkindo, dan terdakwa Sugiman sebagai peminjam perusahaan untuk mendapatkan proyek.
Dalam dakwaannya, Abubakar disebut meminjamkan perusahaannya ke Sugiman untuk lelang pekerjaan konstruksi jalan akses pelabuhan milik PT PCM.
Dalam dakwaan juga terungkap bahwa Dirut PT Arkindo telah menerima pembayaran uang muka Rp 7 miliar, dan uang tersebut dibagi-bagi hingga mengalir kepada para mantan Direksi PT PCM.
PT Arkindo untuk memenangkan lelang pekerjaan tersebut ternyata juga mencantumkan personel fiktif untuk memenuhi syarat.
“Terdakwa Abubakar Rasyid tanpa hak menerima pembayaran uang muka pekerjaan pembangunan konstruksi sebanyak Rp 7 miliar dan selanjutnya menyerahkan uang muka tersebut sebanyak Rp 7 miliar kepada Sugiman,” ujar JPU Subardi, Jumat (24/11/2023).
Pembayaran uang muka tersebut bisa dicairkan berdasarkan persetujuan Direksi PT PCM, setelah ditetapkan PT Arkindo sebagai pemenang lelang.
Diungkap Jaksa, bahwa Sugiman membagi-bagi alokasi uang muka tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk mengalir kepada para mantan direktur PT PCM.
Rinciannya sebagai berikut; Abubakar Rp 427 juta, Sugiman Rp 5,6 miliar, M Komaruddin Rp 427 juta, Akmal Firmansyah Rp 300 juta, Rommy Dwi Rahmansyah Rp 177 juta, dan ke direksi PT PCM Rp 500 juta, yaitu untuk almarhum Arief Rivai Madawi, Budi Mulyadi dan Akmal Firmansyah.
“Sehingga merugikan keuangan negara Rp 7 miliar berdasarkan laporan audit pada kegiatan pembangunan konstruksi terintegrasi rancang bangun akses Pelabuhan Warnasari,” jelas JPU.
Diketahui, korupsi ini bermula dari tahun 2019 saat Dirut PT PCM Arief Rivai menandatangani SK perjanjian kerja manajemen konstruksi. Nilai proyek pembangunan adalah Rp 68 miliar.
Dijelaskan dalam dakwaan jaksa lagi, sebelum proyek tersebut dilaksanakan, bahwa Sugiman dengan seorang bernama Rahmat Peor menemui Walikota Cilegon saat itu, Edi Ariadi. Sugiman menyampaikan keinginan untuk mendapatkan proyek itu. Edi disebut menyerahkan urusan proyek itu ke Direksi PT PCM.
Terdakwa Sugiman bersama Romli dan Jhoni Husban lalu bertemu dengan direksi PT PCM, yaitu Arief Rivai Madawi, Akmal Firmansyah, dan Budi Mulyadi, di Lebak Gede, Merak.
Sugiman saat itu memerintahkan Romli membawa uang yang berada di kantong plastik kresek hitam sebanyak Rp 200 juta.
“Uang tersebut diserahkan kepada direksi PT PCM,” jelas jaksa.
Pada Mei 2020, Direksi PT PCM kemudian membantu mengarahkan tender agar bisa dimenangkan oleh Sugiman. Namun setelah selesai tender, proyek ini tidak dapat dilaksanakan hingga jangka waktu kontrak pekerjaan sudah selesai.
Hal itu terjadi karena lahan yang dipakai untuk proyek tersebut bukan milik PT PCM melainkan milik PT Krakatau Daya Listrik (KDL) dan PT PCM tidak mendapatkan izin dari PT Krakatau Daya Listrik.
Atas perbuatannya, kedua terdakwa didakwa Pasal 2 ayat (1) dan/atau pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (*/Rijal)