CILEGON – Kabar penetapan status tersangka oleh Mabes Polri kepada Nurrotul Uyun, Wakil Ketua DPRD Cilegon dari Fraksi PKS, atas dugaan tindak pidana penggelapan dana lembaga pendidikan, membuat opini publik Kota Cilegon nampak riuh.
Namun hingga kini yang bersangkutan Nurrotul Uyun masih bungkam soal kasusnya tersebut. Pada Jumat (12/6/2020) kemarin, Uyun tidak nampak masuk di gedung DPRD Cilegon.
Akses nomor telepon genggam yang biasa digunakan Nurrotul Uyun pun saat coba dihubungi dalam kondisi tidak aktif. Wartawan Fakta Banten yang coba mengirimkan pesan lewat akun media sosial Facebook dan Instagram milik Uyun hingga kini juga belum mendapat respon.
Sementara di lain pihak, kendati kasus yang bermula dari laporan oleh Pengurus Yayasan Al-Khairiyah ini sudah berjalan sejak 2018, namun DPD PKS Kota Cilegon selaku partai yang menaungi Uyun mengaku tidak pernah tahu akan kasus yang menjerat anggotanya itu.
“Terima kasih infonya saya baru tahu, kalau terkait dengan hal di berita saya tidak berwenang untuk komentar, sebaiknya langsung ke yang bersangkutan (bu Yuyun) karena memang saya tidak pernah tahu,” ujar Ketua DPD PKS Cilegon Abdul Ghoffar, saat dihubungi wartawan via pesan Whatsapp.
Ghoffar sendiri yang juga rekan sejawat Uyun di DPRD Cilegon, saat ditanya lebih lanjut mengaku belum mendapatkan penjelasan langsung dari yang bersangkutan, terkait kasus hukum yang menimpanya.
“belum kang,” imbuh Ghoffar singkat.
Sebelumnya diberitakan, Bareskrim Mabes Polri telah menetapkan anggota DPRD Kota Cilegon dari Fraksi PKS, Nurrotul Uyun, sebagai tersangka atas dugaan tindak pidana penggelapan.
Selain Nurrotul Uyun, polisi pun turut menetapkan dua orang lainnya, yakni Rusman Frendika dan Ahmad Juwaini menjadi tersangka dalam perkara yang sama.
Dari kabar yang diterima wartawan, kasus hukum yang menjerat ketiga orang yang kini telah ditetapkan tersangka tersebut, yakni bermula dari laporan Ketua Yayasan Al-Khairiyah Cilegon pada tanggal 20 Januari 2018 silam.
Dalam laporan kepada penegak hukum, ketiga tersangka diduga telah melakukan penggelapan dana milik lembaga pendidikan yang dinaungi Yayasan Al-Khairiyah, saat ketiganya masih menjabat sebagai pengurus di lembaga STIE Al-Khairiyah Cilegon.
BACA JUGA: Dugaan Penggelapan Dana, Wakil Ketua DPRD Cilegon Ditetapkan Tersangka oleh Mabes Polri
Kasus ini mulai ada titik terang setelah diterbitkannya surat pemberitahuan penetapan tersangka oleh Bareskrim Polri Direktorat Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Nomor B/04/I/2020/DIT TIPIDUM tertanggal 17 Januari 2020 yang ditandatangi dan distempel basah oleh penyidik Brigjen Pol Ferdy Sambo.
Disebutkan, bahwa ketiga orang tersebut ditetapkan tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan/atau penggelapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 374 KUHP subsider pasal 372 KUHP Junto pasal 55 KUHP.
Sebelum adanya penetapan tersangka kali ini, penyidik sudah mendapatkan keterangan dari para tersangka dan juga alat bukti. Diketahui, proses penyidikan juga sudah berlangsung lama, sejak pertama kali diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan pada 15 November 2018.
Menurut informasi yang diterima wartawan, para tersangka juga sempat melakukan upaya hukum pra peradilan, namun hasilnya kalah di persidangan. Kemudian pada Januari 2020, Direktorat Tipidum Mabes Polri kembali menerbitkan Surat Perintah Penyidikan yang kemudian menjadi penetapan tersangka kali ini. (*/Red/Angga)