Dorong Optimalisasi Pendapatan, Samsat Cilegon Bidik Pajak Truk dan Alat Berat

CILEGON – Potensi besar pajak kendaraan alat berat dan truk logistik yang kerap melintas di wilayah Cilegon mulai menjadi perhatian serius.
Kepala Seksi Pendataan dan Penetapan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Samsat Cilegon, Ayatullah Qaumi, menyatakan bahwa program Re-domisili menjadi langkah penting untuk mendorong kontribusi sektor ini terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau melihat data, alat berat ini sedang kita kejar potensi-potensinya. Kalau menurut saya signifikan, alat berat ini kan bergerak juga sama halnya dengan alat angkut, juga memang perlu ada penerbitan juga,” ujar Ayatullah, Kamis (15/5/2025).
Saat ini, Samsat Cilegon tengah menyempurnakan sistem pelaporan dan pendataan agar selaras dengan basis data yang ada, terutama dalam integrasi data kendaraan milik perusahaan di sektor logistik dan konstruksi.
“Tapi kita masih sempurnakanlah, termasuk sistem laporan kita, sesuai basis data kita,” jelasnya.
Dari hasil pengamatannya, banyak truk dan kendaraan perusahaan yang aktif melintasi jalanan utama Cilegon. Langkah kolaboratif pun mulai dibangun, termasuk dengan Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (APTRINDO) untuk membahas mekanisme pemungutan pajak yang ideal.
“Saya mengobservasi dari data-data perusahaan termasuk juga truk. Truk lalu lalang banyak, kami juga membahas dengan APTRINDO bagaimana mekanisme,” katanya.
Namun begitu, Ayatullah menyayangkan masih rendahnya kontribusi pajak dari kendaraan-kendaraan tersebut. Padahal, mereka memanfaatkan infrastruktur kota secara intensif.
“Banyak pengusaha truk, alat berat yang melintas di Cilegon yang masih belum juga pajaknya disetorkan ke Kota Cilegon agar digiring,” ujarnya.
Untuk mengatasi hal ini, ia mendorong adanya dukungan regulatif dari Pemerintah Kota Cilegon.
Ia berharap Wali Kota bisa menerbitkan kebijakan atau surat edaran sebagai dasar hukum pelaksanaan redomisili kendaraan.
“Pemerintah Cilegon harus mensupport, toh sudah ada opsen PKB. Saya berharap Pak Wali Kota dapat melahirkan keputusan, Perwal atau himbauan, ajakan atau surat edaran,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menganjurkan agar kendaraan logistik yang aktif beroperasi di wilayah Banten diarahkan untuk melakukan mutasi data agar pajaknya tercatat secara lokal.
“Mereka termasuk kendaraan-kendaraan logistik dan angkutan, didorong dimutasikan ke wilayah Banten,” tegasnya.
Dalam hal perizinan, ia menyebut pentingnya konsistensi antara data domisili usaha dan kendaraan, khususnya untuk perusahaan yang tercatat dalam sistem OSS dengan kode KBLI 49 dan 52.
“Perusahaan-perusahaan yang bergerak di jasa logistik dan angkutan, kalau di OSS itu di KBLI di coding-coding di 49 dan 52. Saya berharap dalam perizinan usahanya itu saling terkait,” jelasnya.
Ia juga menekankan bahwa meski perusahaan berdomisili di luar daerah, namun jika mereka memiliki kantor cabang atau pool di Cilegon, sepatutnya memberikan kontribusi pajak sesuai aktivitasnya di wilayah tersebut.
“Mereka domisilinya di Jakarta, mereka kan ada laporan, apalagi mereka yang memiliki kantor cabang sudah seyogyanya membagi potensi pajak badan usaha per cluster masing-masing daerahnya,” tambah Ayatullah.
Ia menambahkan bahwa ketidakterlibatan kendaraan dalam registrasi wilayah operasional juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran administratif.
“Ada di Cilegon kantor cabangnya, atau sekedar pool-nya, dia sudah hadir di Kota Cilegon yah. Jika kendaraan yang lalu lalang di suatu daerah dengan waktu tertentu, dia harus melaporkan ke pemerintah setempat atau kepolisian terkait registrasi dan identifikasi,” terangnya.
Kini, dengan sistem digitalisasi dan teknologi pemantauan di titik-titik lalu lintas, ia optimistis pendataan kendaraan bisa dilakukan lebih presisi.
“Kan sekarang sudah digitalisasi, di setiap lampu merah sudah ada kamera, sehingga kita bisa potret durasinya, intensitasnya bisa dilihat,” ujarnya.
Ia pun mengingatkan bahwa berdasarkan amanat undang-undang, minimal 30 persen dari pendapatan pajak kendaraan harus digunakan untuk membangun dan memperbaiki jalan, menjadikan potensi pajak dari truk dan alat berat sangat penting bagi daerah.
“Amanat dari undang-undang, jika alokasi bersumber dari pajak kendaraan, seminimnya 30 persen lokusnya itu sudah harus ke infrastruktur jalan,” tandasnya. (*/ARAS)
