*) Opini : Ali Fahmi
Sekretaris Forum Masyarakat Cilegon Bangkit
GAGASAN PERUBAHAN di Kota Cilegon yang begitu menggelora, dimana hal itu bisa terlihat dari kesemangatan beberapa Parpol yang membuka pendaftaran atau penjaringan bakal calon. Dan di luar dugaan, alangkah banyak yang datang melamar, meski dalam dimensi demokrasi suatu yang ditangkap sebagai sesuatu yang baik.
Tapi gelora semangat dalam menjaring figur-figur baru semakin kian meredup, dari fakta pemberitaan menggambarkan semakin mesra hubungan antara status quo dengan Parpol-parpol yang pernah mengusung jargon pro perubahan.
Sebagai masyarakat, tentu sedang menunggu apakah beberapa Parpol yang menyuarakan slogan pro perubahan dengan membentuk tim penjaringan akan serius memunculkan figur baru atau hanya menjadi perangkap kecil, sehingga para kandidat akan kalah sebelum masuk ke medan politik yang sesungguhnya.
Untuk melihat hal tersebut, kita bisa amati dari 2 hal berikut ini;
1. Apakah tim penjaringan parpol memiliki kajian dan survei, apa sebenarnya yang diharapkan oleh masyarakat? Sehingga dengan hasil kajian tersebut seharusnya mendatangkan keyakinan arah yang akan dituju, agar proses mengusung figur baru akan terus berlanjut dengan keyakinan berdasarkan kajian-kajian yang ada. Kondisi ini berlanjut pada tahapan selanjutnya.
2. Elite Parpol tentu akan melakukan konvensi kandidat, dan membangun ikatan koalisi antar partai.
Fakta terbaru bahwa petahana mengambil formulir di beberapa Parpol pengusung perubahan, sebetulnya menunjukan suasana yang sebelumnya memanas sesungguhnya kini sudah mencair, tapi begitulah fenomena politik yang selalu cair dan dinamis, dan itu sah-sah saja dalam dunia demokrasi.
Jika kemudian prediksi itu terjadi, tentu sangat disayangkan bahwa Parpol tidak lagi bisa diandalkan untuk bisa menjaring kandidat terbaik. Kalau pada ahirnya kembali mendukung petahana mengapa harus ada sandiwara penjaringan.
Mengamati dari perkembangannya, baru ada dua bakal calon kandidat yang diprediksi akan maju dalam bursa pencalonan Pilkada Cilegon 2020, yaitu pasangan KH Lukman Harun dan Ir. H. Nasir sebagai bakal calon yang sudah memantapkan diri jalur indpenden. Kemudian kandidat berikutnya adalah dari kubu petahana, yakni Ratu Ati Marliati bisa dipastikan akan maju sekalipun sampai sekarang belum menyatakan siapa pasangannya.
Sampai disini sudah terbaca bahwa sebetulnya head to head bisa saja diciptakan, dengan segala kejujuran dan i’tikad baik kandidat yang tidak terakomodir oleh Parpol, bahwa dalam pencalonannya adalah betul-betul dilandasi oleh semangat untuk perbaikan Kota Cilegon. Maka bisa dipastikan kristalisasi itu seharusnya terjadi, searah dengan sebagian arus masyarakat yang tidak pro terhadap status quo. Sehingga potensi dan harapan masyarakat ingin melihat perbedaan gaya kepemimpinan yang baru (non petahana) yang sudah 20 tahun diberi kesempatan untuk memimpin, sekalipun dinamika elite partai politik telah mencair.
Tinggal kita menunggu upaya Partai Berkarya apakah akan bisa melakukan loby dan berkoalisi, atau tetap berupaya untuk bisa maju dari independen, yang tentu akan menjadi fenomena baru ketua partai politik tapi maju dari independen.
Mari kita dorong agar tokoh-tokoh pro perubahan memahami konstelasi politik. Melihat langkah politisi-politisi pro perubahan yang lain sepertinya lamban, penetrasi yang terlalu dipaksakan.
Sementara KH. Lukman Harun sudah ready, tanpa ini dan itu. Sosok yang matang dalam menentukan langkah politik.
Jika satu nafas untuk mengganti kekuasaan mengapa tidak bersatu dengan menjadikan common enemy/musuh bersama. (***)
*) Penulis adalah pengamat politik di Kota Cilegon
Cilegon, 26 Oktober 2019.