Kontroversi Jalan Lingkar Utara Cilegon
FAKTA BANTEN – Sesudah menggusur pemukiman warga di Kecamatan Gerem sekitara setahun yang lalu, selain menimbulkan polemik yang berkepanjangan di Pengadadilan, tidak adanya bentuk ganti rugi bagi korban gusuran juga salah satu indikasi kebijakan yang dianggap tidak manusiawi oleh beberapa kalangan.
Dan baru-baru ini Pemkot Cilegon, melalui Sekda Sari Suryati, seakan makin menunjukan aroganansinya kepada rakyat Cilegon, khususnya warga yang enggan menjual tanahnya untuk mega proyek JLU (Jalan Lingkar Utara), dengan penyelesaian di pengadilan. Terkesan intimidatif dan tanpa terlebih dahulu melakukan kajian ulang untuk mengalihkan rute atau secara arif melakukan pendekatan persuasif kepada warga tersebut.
JLU yang digadang-gadang Pemkot Cilegon bisa meminimalisir kemacetan di Kota Cilegon ini justru tidak sedikit kalangan yang meragukannya mengingat dari rencana rutenya yang berdekatan dengan jalan yang sudah ada dan bahkan melalui jalan yang sudah ada sebelumnya. Bahkan tidak sedikit juga kalangan yang menduga adanya proyek JLU ini untuk mencari “tetorog” APBD, walaupun hal ini belum bisa dibuktikan secara empiris.
Selain itu, JLU juga dikampanyekan Pemkot Cilegon untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.
Hal ini justru lebih tidak rasional lagi jika kita berkaca pada proyek pendahulunya JLS (Jalan Lingkar Selatan), dimana peningkatan ekonomi cenderung dirasakan dan dinikmati oleh segelintir orang khususnya para pemilik modal.
Belum dampak akan adanya eksplotasi alam berupa tambang pasir yang membabat lahan-lahan produktif pertanian berupa tegal dan reklamasi sawah-sawah yang justru dilindungi oleh Undang-undang Nomor 41 tahun 2009.
Perihal adanya warga Cilegon yang enggan menjual tanahnya untuk proyek JLU ini. Secara logika, mungkin memang warga secara ekonomi sudah cukup sehingga tak perlu menjual tanah atau ditingkatkan ekonominya, atau memang warga yang tidak menjual tanahnya memang berdaulat sebuah sikap yang ia sedang menegakan nilai-nilai Pancasila atau kalau itu lahan pertanian ia mematuhi UU Nomor 41 tahun 2009 tersebut.
Saya kira Pemkot Cilegon yang sebenarnya adalah hanya petugas yang diberi amanah, dibayar oleh rakyat Cilegon untuk mengelola Kota sedemikian rupa, harus sejalan dengan keinginan rakyat Cilegon yang sudah menugaskan dan membayarnya.
Walaupun banyak pihak yang seakan begitu saja langsung menyetujui program mega proyek Pemkot ini, namun banyak juga yang menolaknya yang sudah dipublikasi dibeberapa media:
Berikut ini ungkapan-ungkapannya;
– Malik Ibrohim, Pengurus BALHI Cilegon
“Ore jelas pokone mah, JLU Iku supaya manfaat udu ngerusak / mengganggu masyarakat, Alasan buat mengurangi macet tidak masuk akal, wong dedalan semunu wakehe mase di gawe dalan maning, Arep geh sing ngebutuhaken dedalan sing kudu di bangun mah”.
– Ahyadi Sanusi, mantan Ketua DPD KNPI Cilegon.
“Saya sebagai warga perumahan Bukit Palem Hills menolak proyek JLU melewati jalur Palm Hills karena akan berdampak banyak persoalan yang akan terjadi nantinya, wilayah Kelurahan Kota Bumi itu padat penduduk, apalagi di perumahan Palm Hills yang sudah bagus penataan lahannya, nah kalau tiba-tiba banyak kendaraan alat berat yang melewati jalan ini dan akan merusak jalan lingkungan warga seperti apa jadinya. Belum lagi persoalan sosial pasti debu banyak bising kendaraan dan merusak lingkungan perumahan yang akan terjadi bagaimana nantinya masyarakat perumahan, tolong dipikirkan dampak dari masalah itu Palem hill itu udah ada jalan kenapa dibuat jalan lagi katanya mau ekonomi merata tapi ini yang udah ada jalan di buat jalan harus nya juga cari yang belum tersentuh jalan seperti Pabean yang jelas lahan kosong”.
– Roni Syakir, Ketua RW di Kelurahan Kota Bumi.
“Saya warga Bukit Palem dan saya ketua RW di Kelurahan Kota Bumi,pernah saya bersama ketua RT dan Lurah diundang untuk Sosialisasi Amdal, namun hingga saat ini saya dan warga lainnya tidak pernah dilibatkan lagi dalam masalah itu. Makanya saya menolak jika jalur JLU itu melewati perumahan Bukit Palem Hills,” ungkap Roni melalui akun Facebooknya.
Nur Cholish Hasan, kader KMC (Keluaraga Mahasiswa Cilegon)
“Jika memang orientasi pembangunan yang ada di Cilegon demi kesejahteraan rakyat, harusnya pemerintah tahu kebutuhan masyarakat itu sendiri. Apa yang harus menjadi langkah awal pembangunan.
Pembangunan suprastruktur jauh lebih di harapkan masyarakat selain pembangunan infrastrukur, dalam banyak teori bahkan dalam pembentukan Indonesia yang termaktub dalam lagu Indonesia raya, Bangun jiwa terlebih dahulu”.
Dan beberapa ungkapan statement-statement penolaka lainnya.
Walaupun Walikota Cilegon Iman Ariyadi, pernah menanggapi dengan mengatakan penolakan JLU hanya segelintir. Walau seyogyanya seorang pemimpin mau mendengar suara-suara mereka terlepas banyak, sedikit atau segelintir, apalagi di alam demokrasi seperti sekarang ini. (*)
Penulis: Ilung.