CILEGON – Menjelang perhelatan Pilkada Cilegon 2020, saat ini bahkan sudah masuk tahapan pendaftaran dukungan bakal calon independen di Komisi Pemilihan Umum (KPU), dinamika pencalonan kandidat walikota – wakil walikota Cilegon mulai makin semarak.
Diketahui sudah ada tiga pasangan bakal calon dari jalur perseorangan yang mendaftar ke KPU Cilegon. Belum lagi para kandidat yang berlatar belakang partai politik, setidaknya ada potensi tiga pasang kandidat lagi yang diusung koalisi Parpol masih memungkinkan untuk tampil di Pilkada 2020.
Demikian diungkapkan Ketua Ikatan Mahasiswa Cilegon (IMC), Rizky Putra Sandika, saat berbincang dengan Fakta Banten, Senin (20/1/2020).
Namun membaca dinamika politik Kota Cilegon dengan banyaknya kandidat bermunculan, Rizky menilai tidak semuanya yang tampil tersebut memiliki semangat yang sama untuk perubahan. Rizky bahkan menyayangkan pecah belahnya kelompok perubahan di Kota Cilegon dalam menyikapi Pilkada 2020.
Lebih ekstrem lagi, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Banten ini bahkan menilai adanya bakal calon ‘Boneka’ atau bagian dari setting kepentingan politik dari kubu tertentu.
“Diantara banyak bakal calon Walikota-Wakil Walikota Cilegon yang sudah ramai ini, kami menduga ada diantaranya yang hanya merupakan peran Boneka saja. Namanya tidak bisa kami sebutkan, karena baru sebatas dugaan saja, tapi indikasinya ada,” ujar Rizky.
Rizky mengaku menyayangkan ada sejumlah tokoh politik yang terlalu berambisi dalam pencalonan dan mengusung perubahan, namun tanpa dia sadar masuk dalam pusaran dan terseret kepentingan kelompok lain.
“Kadang ada yang tidak sadar dan tidak berhitung, tidak pernah mengkalkulasi potensi diri dan peluangnya. Tapi yang penting ambisi mencalonkan diri, padahal ternyata dimanfaatkan oleh kelompok lain untuk memecah suara perubahan. Ini bisa saja terjadi, sehingga dalam Pilkada, kelompok pro-perubahan tidak bisa solid,” jelas Rizky.
Sebab menurut Rizky, isu perubahan seharusnya bisa mempersatukan dan mengkonsolidasikan beragam kelompok kepentingan yang memiliki tujuan sama ingin melakukan perbaikan untuk Kota Cilegon. Terlebih diketahui dari hasil survei, sekitar 70 persen masyarakat Kota Cilegon menginginkan perubahan.
Karenanya dia berharap, pro-perubahan bisa lebih solid menghadapi Pilkada 2020.
Rizky juga menegaskan, jika benar-benar ada tokoh yang jadi bagian dari setting calon boneka, tentu hal itu merupakan bentuk pengkhiatan terhadap rakyat, dan tidak sejalan dengan norma agama dan kemanusiaan.
“Meski secara politik itu hanya dinamika biasa, tapi secara esensi Agama dan nilai kemanusiaan oknum bakal calon ini jelas akan membohongi dan membodohi masyarakat Cilegon saja. Ia harus mempertanggungjawabkannya terlebih kepada masyarakat yang memilihnya nanti, ketika ia lolos dan maju sebagai calon. Karena perannya dalam kontestasi Pilkada hanya untuk memecah suara bakal calon lain,” tandasnya.
Dugaan adanya potensi bakal calon Boneka di Pilkada Cilegon juga dipertanyakan oleh Irwan, di WhatsApp Grup (WAG) ‘Menatap Masa Depan Cilegon’ pada Senin (20/1/2020).
“Kang… Perkiraan ada berapa Balon Walikota nih? Yang asli Balon berapa dan boneka berapa?” tulisnya.
Di antara sekian banyak bakal calon Walikot dan Wakil Walikota Cilegon, baik yang sudah menyatakan pasangannya ataupun belum, tentu tidak mudah mendeteksi dan memberi label secara pasti, siapa sebenarnya yang merupakan boneka dari setting politik kepentingan lain.
Merebaknya isu calon Boneka ini juga pernah merebak pada Pilkada Cilegon 2015 lalu, dimana saat itu kubu petahana hanya bersaing dengan satu pasangan calon independen, karena secara regulasi belum ada atau tidak diperbolehkannya calon Tunggal dalam Pilkada.
Meski kebenaran isu tersebut tidak pernah benar-benar terbukti hingga saat ini. Namun timpangnya perolehan suara pada Pilkada Cilegon 2015 lalu, menjadi indikasi yang sudah seharusnya menjadi pelajaran bagi masyarakat Kota Cilegon. (*/Ilung)