CILEGON – Pakar Hukum Andi Syafrani mengatakan, program yang dibuat seorang calon kepala daerah tak bisa serta-merta disangkakan terkait dengan politik uang.
Menurut Andi, politik uang merupakan perbuatan mengajak pemilih untuk memilih calon tertentu dengan kompensasi yang bersifat langsung.
Pemberian tersebut juga termanifestasi dalam bilik suara agar calon tersebut terpilih. “Jadi bukan setelah terpilih,” kata Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengacara Syariah Indonesia (APSI) sebagaimana dikutip Tribunnews, belum lama ini.
Pernyataan Andi ini berkaitan dengan strategi kampanye kartu janji program yang diluncurkan sejumlah calon kepala daerah, seperti Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) oleh Paslon Helldy-Sanuji, Kartu Depok Sejahtera (KDS) oleh Paslon Idris-Imam, dan juga Kartu Simalungun Kerja (SiKerja) program yang digagas Calon Bupati dan Wakil Bupati Radiapoh Hasiholan Sinaga-H Zonny Waldi.
Kartu janji pogram dari calon kepala daerah bukanlah politik uang. Sesuai fungsinya, kartu tersebut dibuat sebagai janji program tertentu. Manfaat kartu tersebut juga baru bisa dirasakan jika terpilih dan dilantik sebagai kepala daerah.
“Politik uang itu pada dasarnya dilakukan sebelum pemilihan, bukan setelah terpilih,” jelas Andi.
Karenanya, Andi meminta masyarakat membedakan politik uang dengan program kampanye. Kendati ada tujuan yang sama, yakni agar terpilih, tapi ada perbedaan waktu yang menjadi pembeda.
“Kalau uang atau janji diberikan secara konkret pada saat pencoblosan, maka itu politik uang. Jika diwujudkan nanti jika terpilih, itu program,” kata dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta itu.
Menurut Andi, dalam program yang berbentuk janji belum pernah ada yang diproses secara hukum, semisal dianggap melanggap Pasal 187A Undang-Undang Pilkada terkait aturan politik uang.
Andi yang pernah menjadi Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma’ruf menjelaskan, dalam proses penerapan unsur Pasal 187A, harus dibuktikan korelasi langsungnya antara pemberian uang atau janji dengan ajakan memilih yang memenuhi unsur kampanye.
Di sisi lain, Andi menyatakan dalam penyusunan program sulit untuk dikonkretkan dalam tawaran yang jelas, seperti penyebutan jumlah atau angka tertentu. Sementara jika tawaran program yang dibuat bersifat abstrak, seperti tanpa nilai tertentu, justru berpotensi tak direspon pemilih.
“Yang jelas, tawaran program harus rasional, juga punya argumen dan tujuan yang jelas. Bukan hanya sekadar tawaran tanpa dasar,” tutur Andi.
Dalam Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) Helldy-Sanuji telah memberikan penjabarannya secara detail, seperti bentuk bantuan hingga siapa saja yang berhak mendapatkan manfaatnya. Kendati demikian, Kartu Cilegon Sejahtera tak berisikan dana, layaknya ATM.
Menurut Andi, gagasan dan ide yang ditawarkan dalam bentuk kartu janji program seharusnya diapresiasi. Itu karena program tersebut seharusnya dimiliki kandidat lainnya, lantaran kontestasi pesta demokrasi haruslah diikuti kontestasi ide.
“Jika ingin Pilkada lebih rasional, maka diskursus kampanye seharusnya diarahkan pada penilaian terhadap rasionalitas program, bukan sekadar suka atau tidaknya semata,” kata Andi.
Pendapat serupa juga diungkapkan Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kota Cilegon Uri Masyhuri.
Unsur wartawan menilai, Kartu Cilegon Sejahtera Helldy-Sanuji adalah bentuk kampanye yang bukan money politics.
“Soal kartu (Helldy-Sanuji) paling juga pelanggaran administrasi, kalau dilaporin juga, soalnya (KCS-red) bukan jenis APK yang diatur KPU. Kalau pidana kayaknya susah membuktikannya,” ujar Uri ditulis dalam akun facebooknya, Minggu (13/12/2020).
Uri yang juga mantan Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Cilegon ini menilai, janji nominal uang yang tertera pada KCS adalah berupa program, bukan money politics.
“Soal janji uang Rp25 juta, itu sama saja dengan program memberikan janji naikin gaji RT dan RW Rp 1 juta yang dilakukan semua paslon. Kalau janji memberikan itu pelanggaran yang bisa pidana dan menggugurkan paslon, maka semua paslon gugur karena menjanjikan menaikan gaji RT/RW/guru ngaji dan janji lainnya…,” lanjut Uri.
Diketahui, usai hasil hitung cepat memunculkan nama Helldy Agustian – Sanuji Pentamarta sebagai Paslon yang unggul dan meraih suara terbanyak di Pilkada Cilegon, ternyata Tim Paslon 02 sebagai pihak yang kalah suara gencar melakukan pelaporan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Cilegon.
Tim Pemenangan Paslon Ati-Sokhidin seakan tidak terima dengan kekalahannya, dan melalui kuasa hukumnya yakni Agus Surahmat, mereka gencar melaporkan Paslon Helldy – Sanuji, berkaitan dengan Kartu Cilegon Sejahtera (KCS) dan juga dugaan politik uang lainnya.
“Sudah tiga hari, dari Jumat, hingga Minggu kita ke sini (Bawaslu). Yang kita laporkan berkaitan KCS yang diedarkan tim Helldy,” kata Agus Surahmat, Minggu (13/12/2020).
Perlu diketahui, berdasarkan hasil perhitungan cepat Pilkada Serentak Kota Cilegon Tahun 2020 yang dikeluarkan Kesbangpol Kota Cilegon, Paslon Helldy – Sanuji unggul 34,13 persen, disusul Ati Marliati – Sokhidin 29,60 persen, lalu Ali Mujahidin – Firman Mutakin 21,80 persen, dan Iye Iman – Awab 14,47 persen. (*/Red/Rizal)
Login
Login
Perbaiki Kata Sandi
Pasword akan dikirimkan ke Email anda