Pembangunan Pelabuhan Warnasari Diminta Ditunda, Pengamat Minta Evaluasi dan Kaji Dulu

 

CILEGON— Rencana pembangunan Pelabuhan Warnasari yang telah menjadi cita-cita Pemerintah Kota Cilegon sejak 2002 kembali disorot.

Meski aset lahan telah diserahkan kepada PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) sebagai operator, proyek strategis ini dinilai belum siap secara menyeluruh baik dari aspek hukum, teknis, hingga permodalan.

Hingga saat ini, modal yang tersedia baru mencapai Rp98 miliar, belum ada akses jalan memadai menuju pelabuhan, serta masih lemahnya koordinasi antar pemangku kepentingan.

Menanggapi kondisi tersebut, Pengamat Hukum Kota Cilegon, Agus Rahmat, mendorong agar dilakukan evaluasi menyeluruh sebelum pembangunan dilanjutkan.

“Lakukan evaluasi dulu. Lakukan kajian kelayakan (feasibility study) yang lebih mendalam di luar kerangka regulasi yang ada. Setelah itu, jika memang ingin dilanjutkan, perlu skema kerja sama. Tapi untuk sekarang, tarik mundur dulu dan evaluasi secara menyeluruh arah pembangunannya,” kata Agus, Rabu (30/4/2025).

Menurut Agus, mimpi menjadikan Pelabuhan Warnasari sebagai sumber peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) memang menjanjikan.

Namun, hal tersebut akan tetap menjadi wacana jika tidak ditopang oleh kesiapan infrastruktur dan permodalan yang memadai.

Salah satu persoalan utama adalah tidak tersedianya akses jalan, yang diketahui berada di atas lahan milik PT Krakatau Steel.

“Untuk mewujudkan pelabuhan, mimpi itu harus didukung modal yang kuat. Jalan akses itu milik Krakatau Steel, dan belum jelas apakah akan dihibahkan atau diakses oleh PT PCM begitu saja,” jelasnya.

Agus juga menekankan pentingnya evaluasi terhadap nilai investasi yang telah ditanamkan sejak beberapa tahun lalu, mengingat potensi penyusutan nilai seiring waktu.

“Dana Rp98 miliar yang dulu ditanamkan, hari ini nilainya sudah turun. Perlu dihitung kembali nilai riilnya dan apakah cukup untuk menjawab kebutuhan modal saat ini,” tambahnya.

Terkait pengelolaan, Agus membuka opsi kerja sama dengan pihak ketiga, namun harus dibarengi dengan transparansi, pelibatan DPRD, serta perencanaan lintas sektor.

“Boleh saja dikerjasamakan. Tapi harus jelas kepada siapa, misalnya melalui skema dengan Krakatau Bandar Samudera (KBS). Karena ini menyangkut keuangan daerah, legislatif tidak boleh ditinggalkan. Eksekutif tidak bisa berjalan sendiri,” ujarnya.

Ia pun mengapresiasi dukungan dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dalam mendorong proyek ini, namun berharap partai lain ikut menyuarakan kepentingan publik.

“Saya senang PPP mau mendorong ini. Tapi saya juga berharap PAN dan partai-partai lainnya bersuara, karena ini menyangkut kepentingan masyarakat luas,” ucap Agus.

Jika pendekatan bisnis awal dinilai tak lagi relevan, Agus menyarankan agar dilakukan penyesuaian model usaha sesuai ketentuan yang berlaku, khususnya merujuk pada PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD dan kebijakan Kementerian Dalam Negeri.

Selain itu, karena menyangkut penggunaan anggaran daerah, Agus menyarankan agar dilakukan komunikasi intensif dengan Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan sebaiknya seluruh koordinasi dimediasi oleh Kementerian Koordinator (Menko).

“Ini menyangkut fiskal daerah, perpajakan, dan arus kas bila ada penambahan modal. Jadi, harus melibatkan Kemenkeu, Kementerian BUMN, dan koordinasinya sebaiknya dilakukan lewat Menko. Itu akan mempercepat penyelesaian,” tandasnya.

Agus juga mengingatkan agar direksi PT PCM tidak mengambil langkah bisnis tanpa persetujuan dari kepala daerah sebagai Kuasa Pemilik Modal (KPM).

“Jangan sampai direksi mengambil inisiatif sendiri. Semua harus dikonsultasikan ke Walikota sebagai pengambil keputusan tertinggi. Jangan menyeret kepala daerah tanpa dasar,” pungkasnya. (*/Nandi)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien