Soal Kredit Macet Anggota DPRD Cilegon, Begini Kata Kejaksaan dan Dirut BPRS-CM 

 

CILEGON – Pasca penggeledahan kantor Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Cilegon Mandiri (BPRS-CM) oleh Kejaksaan Negeri Cilegon, Rabu (5/1/2022) lalu, hingga saat ini Kejari masih belum mau terbuka menjelaskan duduk perkara yang sedang dalam penyidikan dan siapa pihak yang disangka bertanggungjawab.

Namun diketahui penyidikan oleh Kejari ini terkait temuan kredit bermasalah dan kredit macet sejak tahun 2017 hingga 2021.

Dimana menurut data BPRS-CM nilai kredit macet mencapai Rp44 Miliar.

Perkembangan terbaru, beredar informasi bahwa ada dugaan keterlibatan sejumlah nama anggota DPRD Cilegon, baik yang masih aktif maupun yang sudah tak lagi menjabat, dalam kasus yang tengah disidik Kejari kali ini.

Sejumlah nama anggota dewan itu disebut memiliki kredit macet dan bermasalah pada BPRS-CM.

Bahkan ada praktik pinjaman dengan nilai besar, tetapi jaminan yang diagunkan tidak sesuai.

Dikonfirmasi lewat sambungan telepon, Kasie Intel Kejari Cilegon Atik Ariyosa mengaku belum dapat memberikan keterangan secara detail terkait hal tersebut.

“Kalau itu saya gak bisa ngomong, maaf saya gak bisa ngomong, nanti kan keliatan tuh saksi-saksi yang dateng, nanti lah tunggu aja, saya belum bisa ngomong terkonsentrasi ke pihak siapa, yang pasti ke fasilitas pembiyaan itu,” kata Ari kepada wartawan, Sabtu (8/1/2022).

KPU Cilegon Calon Nomor Urut

Ari menjelaskan, pada tahap penyidikan saat ini pihaknya mengakui belum memeriksa unsur eksternal yang terlibat, namun pemeriksaan terhadap pihak internal BPRS-CM sudah dilakukan.

“Saya juga belum dapat kabar siapa aja yang mau dipanggil, kapan pihak-pihak itu dipanggil, toh kalaupun dipanggil saya hanya bisa menyebut inisial aja,” ungkapnya lagi.

Saat dikonfirmasi terkait adanya sejumlah anggota dewan yang memiliki kredit macet pada BPRS-CM, Direktur Utama Novran Erviatman Syarifuddin, mengaku belum bisa membuka informasi detail hal tersebut kepada publik.

Saat ini, BPRS-CM tengah berbenah dan sedang melakukan tahap mapping atas masalah kredit macet tersebut.

“Saya masuk sini belum hampir satu bulan, jadi ini tindak lanjut dari temuan OJK (otoritas jasa keuangan) 2021 bulan Oktober kemaren kan, habis OJK masuk Inspektorat, habis itu BPKP baru ditindak lanjuti,” kata Novran ditemui terpisah, Sabtu.

“Terkait data-data itu, ya sebelum saya masuk mungkin aja udah di situ, di Kejaksaan segala macem kan, sebetulnya saya sedang tahap mapping yang nasabah-nasabah macet,” imbuhnya.

Soal status anggota DPRD apakah punya hak istimewa untuk pelayanan kredit di BPRS-CM, Novran menjelaskan bahwa siapapun selagi mampu cakap hukum melakukan perjanjian utang piutang maka semua sama-sama nasabah, tidak ada perbedaan.

“Bagi saya semua itu nasabah, saya perlakukan seperti ketentuan PUJK, bagi yang telat bayar saya kasih SP 1, detailnya saya gak tahu, ya pedagang yang macet ada, kontraktor juga yang macet ada,” jelasnya.

“Kalau BUMD ya wajar aja, BJB juga dipinjem dewan ya wajar aja, PNS juga iya, sama aja kan berarti. Yang jelas (data) bukan dari kami, kalaupun data itu ada yang pasti sebelum saya masuk, namanya otoritas kan berhak,” tandasnya. (*/Red)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien