Tak Mau Jadi Anggota Salah Satu Ormas, Security Hotel Amaris Cilegon Di-PHK

DPRD Pandeglang Adhyaksa

CILEGON – Yuli Adrianto (35) anggota security PT Damarindo yang dipekerjakan di Hotel Amaris Cilegon, mengaku dirinya terpaksa harus mengundurkan diri dari pekerjaannya, karena enggan bergabung dengan salah satu Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).

Yuli mengaku bahwa pimpinan perusahaannya “memaksa” setiap karyawannya untuk bergabung menjadi anggota Ormas Pemuda Pancasila (PP). Pasalnya, pimpinan PT Damarindo yang bernama Zulkarnain, diketahui merupakan Ketua Pertahanan dan Keamanan Ormas PP Provinsi Banten.

“Semua anggota security PT Damarindo yang kerja di Hotel Amaris kalau enggak mau gabung dengan Pemuda Pancasila disuruh mengundurkan diri. Jadi PT Damarindo itu perusahan SubKon security di Hotel Amaris,” ungkap Yuli kepada Fakta Banten, Kamis (26/4/2018).

Lebih lanjut Yuli mengatakan, pemaksaan karyawan untuk bergabung menjadi anggota Ormas, adalah hal yang tidak masuk akal.

“Tanggal 18 kemarin kejadiannya, Pak Musa utusan dari PT Damrindo datang dan menegaskan kepada semua security disini. Saya minta penjelasan keuntungan buat anggota apa gabung ke PP, tapi karena jawabannya nggak pas, saya nggak mau gabung dan saya disuruh mengundurkan diri” terangnya.

Namun Yuli mengaku tidak terima, karena dalam surat pemutusan kerja, dirinya dipaksa menandatangani surat bertuliskan bahwa dirinya menyatakan sudah tidak sanggup bekerja di PT. Damarindo atau Hotel Amaris, bukan karena alasan tidak bersedia bergabung ke Ormas PP.

Yuli juga mempertanyakan aturan yang berlaku tentang Ketenagakerjaan.

“Herannya form Surat Pengunduran Diri yang saya tangan tangani itu, alasannya saya mundur karena tidak sanggup bekerja lagi di Hotel Amaris atau PT Damarindo. Padahal permintaan saya mundur karena nggak mau gabung PP. Emang aturannya bagaimana sih?” tandasnya.

Diketahui, Yuli bekerja di Hotel Amaris merupakan rekomendasi dari lingkungan setempat, yang ditandatangani oleh Ketua RW (12) Jombang Masjid, Kelurahan Jombang Wetan, Kecamatan Jombang.

Sementara itu, pihak Hotel Amaris Cilegon ketika dikonfirmasi, Manager HRD Naba Fahlan Yakub juga merasa heran dengan kebijakan vendor security perusahaannya tersebut.

Loading...

“Pihak Amaris Hotel sudah mempertanyakan mengapa ada unsur politis dalam penerimaan dan pemberhentian karyawan. Namun, pihak PT Damarindo Mandiri menyatakan bahwa hal tersebut merupakan perintah dari atasan yang bersangkutan,” jelas Fahlan Yakub.

Sementara itu, Koordinator Wilayah Cilegon PT Damarindo Mandiri, Musa, hingga saat ini masih belum bisa dikonfirmasi ketika dihubungi melalui pesan Whatsapp.

Sementara diketahui, berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang mengatur soal pengunduran diri berdasarkan kehendak pekerja.

Pengunduran diri berdasarkan keinginan dan kehendak sendiri dari pekerja harus memenuhi syarat berdasarkan Pasal 162 ayat (3) UUK dihubungkan dengan Pasal 151 ayat (3) UUK yaitu antara lain (dapat Bapak lihat di Pasal 162 dan Pasal 151 UUK)

Dan dalam Pasal 154 huruf b UUK juga menegaskan bahwa pengunduran diri yang dilakukan oleh pekerja dilakukan dengan mengajukan permintaan pengunduran diri, secara tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali.

Jika dikaitkan dengan persoalan ini, maka bisa jadi Surat Pernyataan yang dibuat dan dijadikan dasar berakhirnya hubungan kerja tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana Pasal 162 ayat (3)dan Pasal 154 UUK, yaitu tidak didasarkan benar-benar atas kehendak Bapak sendiri, sehingga Surat Pernyataan tersebut batal demi hukum atau dengan kata lain bahwa surat pernyataan itu dianggap tidak pernah ada atau tidak pernah dibuat.

Hal ini sebagaimana ketentuan Pasal 170 UUK yang menyatakan:

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan tidak memenuhi ketentuan Pasal 151 ayat (3) dan Pasal 168, kecuali Pasal 158 ayat (1), Pasal 160 ayat (3), Pasal 162, dan Pasal 169 batal demi hukum dan pengusaha wajib mempekerjakan pekerja/buruh yang bersangkutan serta membayar seluruh upah dan hak yang seharusnya diterima.

Oleh karenanya, sah-sah saja bila pembuat berkeinginan mencabut Surat Pernyataan tersebut dengan atau tanpa bukti tandatangan pencabutan tuntutan. Namun, apabila Perusahaan menolak atau bahkan dengan bukti Surat Pernyataan tersebut kemudian di PHK, maka jika pekerja tidak menerimanya atau menolak PHK tersebut, sebagaimana ketentuan Pasal 171 UUK, pekerja bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial dan meminta kepada Pengadilan untuk menyatakan bahwa PHK yang dilakukan terhadap pekerja yang mendasarkan pada Surat Pernyataan tersebut adalah tidak sah dan bisa dipekerjakan kembali dengan hak-hak yang melekat dan keadaan seperti semula.

Sementara Ketua Ormas PP Provinsi Banten, Johan Arifin Muba, saat coba dikonfirmasi melalui telepon genggamnya juga belum memberikan jawaban terkait kasus tersebut. (*/Ilung)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien