Tanjakan Maut JLS Minim Perhatian, Praktisi Hukum: Pemkot Cilegon Jangan Abai
CILEGON – Praktisi Hukum asal Kota Cilegon Evi Silvi Haiz menyikapi peristiwa laka maut yang terjadi di Jalan Lingkar Selatan beberapa hari kemarin.
Menurutnya, dengan adanya peristiwa itu, pemerintah terlihat kurang responsif dan tidak cakap dalam mengambil langkah penyelesaian agar kecelakaan lalulintas tidak terus menerus terjadi.
Berdasarkan catatan Satuan Lalu lintas Kepolisian Resort Cilegon, korban meninggal dunia di JLS sepanjang tahun 2022 sebanyak 7 orang dan luka ringan 7 orang. Data tersebut tidak termasuk data diluar wilayah hukum polres Cilegon di sepanjang JLS.
“Kalau Pemerintah diam dan abai dengan persoalan tersebut, masyarakat bisa melakukan class action. Ini persoalan nyawa,” ujar Silvi, Minggu (21/8/2022).
Sehingga kata dia, Walikota Cilegon dengan kewenangannya segera memanggil pihak-pihak industri agar bertanggung jawab untuk perhatian sekaligus melakukan perawatan dan perbaikan di sepanjang jalur lingkar selatan sebagai langkah meminimalisir kecelakaan yang kerap memakan korban jiwa.
Mengapa pihak industri, karena alasan, mayoritas kendaraan yang melintasi jalan tersebut didominasi truck-truck besar yang mengangkut bahan baku maupun hasil produksi dari semua industri yang ada di Cilegon.
“Kalau pihak industri tidak respon, ya dibuat jalan tol saja sekalian. Biar jelas perawatannya,” tuturnya.
Jika dilihat dari sisi sejarah sambung Silvy, Pembangunan Jalan Lingkar Selatan, sebelumnya telah menguras anggaran yang cukup besar.
Maka, Pemerintah saat ini sebagai pemegang otoritas bertanggung jawab dalam hal perbaikan dan perawatan agar infrastruktur semakin baik dan minim akan kecelakaan.
“Dalam hal ini Pemerintah perlu memiliki terobosan-terobosan hukum untuk melakukan penertiban, pengawasan dan lainnya. Bukan malah mengejar sanjungan dengan prestasi-prestasi yang kurang dibutuhkan masyarakat,” terangnya.
Terkait dengan kebutuhan anggaran untuk pembanguan dan perawatan, Silvy menilai tidak adil jika Pemerintah menganggarkan dari APBD Kota Cilegon.
Kenapa demikian, karena pihak industri banyak menggunakan jalan tersebut bahkan dengan bobot kendaraan berat yang notabene cepat merusak jalan.
Karena itu menurutnya, bukan persoalan besar atau kecilnya anggaran perbaikan dan perawatan untuk mengatasi persoalan itu, melainkan good will dari Pemerintah Kota itu sendiri yang belum terlihat.
“Walikota harus menekan pihak industri untuk perbaikan dan perawatannya. Masa anggaran perawatan dan perbaikan ditanggung APBD. itu tidak adillah,” tandasnya.
Minimnya marka jalan di sepanjang lajur itu sambung Silvy, juga termasuk dalam tanggung jawab pemerintah karena itu merupakan amanat UU lalulintas.
Jika pemerintah lalai atau sengaja tidak memasang marka jalan disepanjang lajur JLS, maka tindakan tersebut merupakan tindakan perbuatan melawan hukum.
Masih kata Silvy, Pemerintah Kota memiliki Dinas Perhubungan yang berwenang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang jalan. Apabila ada kendaraan yang melintasi JLS melakukan pelanggaran, seperti over load atau tidak laik jalan atau lainnya yang tidak sesuai UU, Dishub bisa memberikan teguran atau tilang terhadap pengendara tersebut.
Bukan malah sebaliknya yang justru melakukan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme, sehingga Dishub perlu diberikan tanggung jawab yang lebih. (*/Wan)