Honda Slide Atas

Wow, Tersangka Premanisme Demo PT Lotte Chemical di Cilegon Ternyata Dapat Jatah Pengelolaan Limbah Scrap

CILEGON – Belum lama ini, dua kasus premanisme mencuat di Kota Cilegon yang akhirnya menjerat sejumlah pengusaha lokal menjadi tersangka oleh Kepolisian.

Mulai dari kasus minta proyek Rp 5 Triliun di PT Chandra Asri Alkali (CAA) yang menjerat Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin), hingga demo anarkis yang dikomandoi Ketua Komite Pengusaha Lokal Ring 1 di pabrik PT Lotte Chemical.

Tapi siapa sangka, meski terjerat kasus premanisme, Ketua Komite Pengusaha Lokal Tiga Kelurahan Ring 1 PT Lotte Chemical yakni Edi Haryadi, ternyata masih tetap bisa melanjutkan kerjasama usahanya di pabrik kimia tersebut.

Menurut informasi yang diterima Fakta Banten, limbah scrap ex proyek PT Lotte Chemical yang dikerjakan PT HINE baru-baru ini pengelolaannya diserahkan kepada Komite Pengusaha Lokal Ring 1 yang diketuai Edi Haryadi.

Siapapun yang ingin membeli limbah scrap tersebut, PT HINE mengarahkannya untuk berhubungan dengan Edi Haryadi, selaku Ketua Komite Pengusaha Lokal Ring 1 PT LCI.

Padahal Edi Haryadi sendiri saat ini masih berstatus sebagai tersangka dan ditahan oleh Polda Banten, atas kasus penghasutan dan premanisme di lingkungan PT Lotte Chemical.

Endah bagaimana caranya, Edi Haryadi juga disebut sempat datang ke PT LCI baru-baru ini untuk mengkoordinasikan pengelolaan limbah scrap tersebut.

Sejumlah pengusaha lokal lainnya di Kota Cilegon mengaku kecewa dengan langkah PT HINE dan PT LCI soal penunjukkan pengelola limbah scrap itu.

Kekecewaan semakin bertambah, karena tersiar juga kabar dugaan adanya keterlibatan aparat penegak hukum yang mendampingi Edi Haryadi untuk mendapatkan jatah pengelolaan scrap di PT LCI.

Munculnya keterlibatan Edi Haryadi yang terjerat kasus premanisme akibat demo anarkis tersebut, tentu menambah ketidakjelasan dalam upaya membangun profesionalisme usaha pengusaha lokal yang bekerjasama dengan PT LCI.

“Kata pihak perusahaan, Edi datang ke perusahaan dengan dikawal oleh beberapa oknum aparat, tapi kok bisa tersangka yang jadi tahanan masih bisa datang ke perusahaan,” ungkap seorang pengusaha yang enggan disebutkan namanya, Kamis (11/9/2025).

Jika keterlibatan Edi Haryadi dan oknum aparat keamanan itu terbukti, maka bisa diartikan peluang usaha dan ekonomi di PT LCI selama ini dikelola secara tidak profesional.

Sejumlah pengusaha lokal di Kota Cilegon memang sudah menyuarakan kekecewaannya terhadap kebijakan PT LCI dan PT HINE.

Bahkan ada pengusaha lokal yang mengalami kerugian serta merasa diadu domba akibat sistem tidak profesional yang dijalankan PT LCI dan PT HINE, terutama terkait pengelolaan limbah scrap itu.

Sejumlah pengusaha mengaku sebelumnya sempat mengikuti proses lelang untuk pengelolaan scrap tersebut.

Namun akhirnya dalam pengelolaan scrap tersebut, baik PT LCI dan PT HINE mengambil keputusan secara tidak transparan dan bahkan tidak sesuai aturan, karena membatalkan tahapan lelang yang telah dilakukan.

Direktur Utama PT Raja Baja Cilegon, Anton Hilman, menyebut bahwa PT HINE awalnya membuka peluang bagi pengusaha lokal untuk mengikuti lelang tertutup penjualan scrap.

“Sebelumnya sudah ada kesepakatan kalau scrap itu akan dikeluarkan oleh pihak HEIN dengan cara lelang dan kami ikut proses itu,” ujar Anton kepada wartawan.

Anton menjelaskan, pengajuan penawaran telah dilakukan oleh sejumlah pengusaha lokal pada 19 Agustus 2025 lalu, dan dijanjikan akan diumumkan hasilnya satu minggu setelahnya.

Namun, pihak PT HINE kini justru membatalkan proses lelang tersebut secara sepihak.

“Kami diundang untuk mengajukan penawaran dan mengikuti lelang, dan dijanjikan akan segera diumumkan hasilnya dalam satu Minggu, tapi akhirnya dibubarkan begitu saja,” jelas Anton.

Pembatalan sepihak itu tentu menimbulkan tanda tanya besar, karena tidak ada alasan dan penjelasan resmi dari perusahaan.

Belakangan diketahui, perusahaan memutuskan menunjuk Komite Pengusaha Lokal Ring 1 yang diketuai Edi Haryadi itu sebagai pengelola limbah scrap dari PT HINE di PT LCI.

Para pengusaha menilai praktik ini merusak iklim usaha. Mereka mendesak agar sistem distribusi usaha pengelolaan scrap dilakukan sesuai aturan, transparan, dan tidak melibatkan oknum institusi negara.

“Harus ada transparansi dan aturan main yang adil agar semua pelaku usaha punya kesempatan sama. Kalau seperti ini terus, pengusaha lokal hanya jadi penonton di daerahnya sendiri,” keluh salah satu pengusaha.

Tokoh masyarakat Cilegon, Husein Saidan, turut menanggapi persoalan ini. Ia menekankan pentingnya mekanisme yang terbuka dalam program kemitraan dengan pengusaha lokal.

“Harus sesuai aturan, saya berharap perusahaan ini bisa lebih terbuka dan membuka peluang bagi seluruh pengusaha lokal untuk berpartisipasi, jangan ada monopoli dan penguasaan oleh salah satu pihak,” ujarnya.

Husein juga mengingatkan agar tidak ada intervensi dari pihak-pihak yang memiliki otoritas, termasuk aparat penegak hukum, dalam proses usaha di Kota Cilegon, khususnya PT LCI.

Dia mendesak aparat kepolisian menindak tegas jika ada anggota yang terlibat dalam praktik tidak sehat di balik kasus ini.

“Selanjutnya mendesak kepada Bapak Kapolda Banten untuk menindaklanjuti jika ada anggota yang terlibat dan mengawal tersangka (Edi Haryadi) untuk mewakili persoalan yang disampaikan PT HINE bahwa ada oknum masyarakat yang sedang tersangka dikawal pengusaha lokal diberikan ruang untuk tender barang-barang bekas maupun apa yang menjadi bahan kami untuk usaha,” tegas Husen.

Hingga saat ini, pihak PT HINE maupun PT LCI belum memberikan penjelasan resmi terkait mekanisme penunjukkan vendor pengelolaan material sisa proyek yang kini menjadi sorotan publik di Cilegon. (*/ARAS)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien