JAKARTA – Peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Zainal Arifin mengatakan, zat besi tinggi yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau (GAK) dan larut ke laut dapat menyuburkan perairan. Hingga kini, Anak Krakatau masih aktif erupsi.
“Debu zat besi akan menyuburkan perairan karena perairan lepas pantai umumnya miskin Fe (besi),” kata Profesor Riset Bidang Pencemaran Laut tersebut yang dihubungi di Jakarta, Ahad (13/1).
Dia menjelaskan, “Fe” terlarut akan dimanfaatkan oleh fitoplankton sebagai bagian proses fotosintesis. Arus laut yang bergerak dari Selat Karimata ke Selat Sunda dan Samudra Hindia, secara teoritis akan menyuburkan perairan Samudra Hindia dengan mikroalage atau fitoplankton.
“Fitoplankton akan menjadi sumber nutrisi bagi larva-larva ikan,” tambah dia.
Sebelumnya beredar video tentang kondisi Gunung Anak Krakatau pascaerupsi yang diambil dari udara tersebut diunggah Earth Uncut TV. Dalam video yang disebarluaskan kembali oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho dalam akun Twitter-nya, tampak air laut berwarna kecokelatan di sekitar Gunung Anak Krakatau.
Sutopo melalui akun Twitter @Sutopo_PN pada Sabtu (12/1) menjelaskan warna jingga kecokelatan adalah hidrosida besi (FeOH3) yang mengandung zat besi tinggi yang keluar dari kawah dan larut ke dalam air laut. Dia juga menyebutkan tubuh Gunung Anak Krakatau telah banyak berubah. Dalam video tersebut tampak ketinggian gunung berkurang, saat ini hanya 110 meter dari sebelumnya 338 meter karena longsor dan letusan pada akhir 2018. (*/REPUBLIKA)
[socialpoll id=”2521136″]