Diduga Serobot Lahan, Eks Bupati Lebak Dilaporkan ke Polda Banten

DPRD Pandeglang Adhyaksa

 

LEBAK – Eks Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya dilaporkan warga ke Polda Banten.

Warga melaporkan Mulyadi atas kasus dugaan penyerobotan lahan di Desa Jayasari, Cimarga, Lebak.

Kabid Humas Polda Banten Kombes Didik Hariyanto membenarkan adanya laporan tersebut.

Namun dia belum bisa merinci kasus yang menyeret eks Bupati Lebak itu. Polisi segera melakukan penyelidikan atas laporan warga.

“Benar tentang laporannya ada dan masih dalam tindaklanjut. (Kasus) Saya belum tahu karena masih menunggu penyelidikan dan pemeriksaan pelapor, saksi serta terlapornya. Kita tunggu dulu ya. Kita tunggu hasil pemeriksaan dari reskrim saja,” kata Didik, kepada wartawan, Kamis (16/3/2023).

Sementara itu, Juru Bicara Mulyadi Jayabaya, Agus Wisas belum bisa memberi keterangan lebih lanjut terkait laporan ke polisi itu.

“Sementara no comment dulu ya,” kata Agus singkat.

Laporan ke polisi itu tercatat dengan nomor LP/B/67/III/2023/SPKT I.DITRESKRIMUM/POLDA BANTEN yang diajukan pada Selasa, (14/3/2023).

Dalam laporan itu tertera dugaan penyerobotan lahan milik 15 orang yang terjadi pada April tahun 2021.

“Dugaan telah terjadi tindak pidana barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang dan atau pengerusakan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 170 KUHPidana dan atau 406 KUHPidana,” demikian isi laporan polisi tersebut.

Loading...

Pengacara warga, Rudi Hermanto menerangkan lahan warga diserobot untuk dijadikan tambang pasir.

Rudi mengatakan, lahan itu milik warga yang mempunyai kekuatan hukum. Warga mempunyai bukti kepemilikan berupa sertifikat tanah.

“Jadi tambang pasir lahannya,” kata Pengacara warga Rudi Hermanto dikutip dari detikcom.

Tapi sertifikat warga diduga diambil oleh rukun tetangga (RT) dan kepala desa setempat untuk difotokopi.

Sertifikat itu berakhir di tangan eks Bupati Lebak dan dianggap sudah dibeli.

“Warga nggak merasa lahan mereka dijual. Karena saat itu diminta untuk difotokopi,” jelasnya.

Rudi menyebut kejadian itu pada 2021. Sejak saat itu warga tidak menerima ganti rugi maupun kejelasan terkait kepemilikan lahan.

Padahal, lahan itu menjadi sumber penghasilan warga karena ditanami berbagai macam pohon.

“Menurut keterangan warga ada yang sudah dibayar, ada yang dibayar Rp 10 juta, Rp 5 juta. Ada juga yang nggak dibayar tapi lahannya dipindah ke lahan lain. Proses pembayarannya pun tidak dihitung, jadi dikasih Rp 10 juta saja entah berapa luas lahannya,” tambahnya.

Warga mengalami kerugian akibat dugaan penyerobotan lahan ini. Warga menuntut ada kejelasan terkait lahan mereka.

“Sumber penghasilan warga di sana. Ada warga yang lahannya digarap (jadi tambang pasir) sampe anaknya putus sekolah karena tidak dibayar. Pinjam uang ke rentenir. Intinya mereka menuntut ganti rugi lahan yang dari 2021 belum ada kejelasan,” sambungnya. (*/Detik)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien