Gelar Aksi Hari Tani, Ini Sikap LMND Banten
SERANG – Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW LMND) Banten, Abu Bakar menegaskan, 58 tahun Hari Tani Nasional (HTN) pasca ditetapkannya oleh Presiden Republik Indonesia, Soekarno pada tahun 1963 seharusnya menjadi hari yang sakral bagi para petani Indonesia.
Namun kata dia, hal itu justru berbanding terbalik dengan situasi objektif saat ini dengan banyaknya perampasan lahan atas dasar kepentingan negara tetapi menegasikan kehidupan dan hak dasar petani menjadi lebih sengsara.
Menurutnya, berbagai persoalan konflik agraria yang ada saat ini tidak senafas dengan yang diinginkan petani dan para pemimpin bangsa dahulu yang termaktub dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960.
“Sistem ekonomi liberal yang mencekam kehidupan rakyat saat ini sudah menggila dan menjadikan petani terjerumus dalam jurang kemiskinan,” ujar Abu saat menggelar aksi demonstrasi di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Curug, Kota Serang, Jumat (24/9/2021)
Diungkapkannya, Provinsi Banten merupakan wilayah yang memiliki pertanian sangat melimpah serya masyhur, tetapi harus menjadi korban kebijakan ugal-ugalan yang diterapkan oleh negara tanpa memikirkan dampak buruk kehidupan masyarakat, khususnya petani.
“Sejak masuknya program nasional ke bumi jawara membuat semakin masifnya konflik agraria, salah satunya alih fungsi lahan,” tegasnya.
Selain itu masih kata Abu, akibat dari konflik agraria ini sering terjadi kriminalisasi terhadap gerakan petani menolak adanya industry yang berdampak pada kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
“Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran, Fakultas Pertanian, Banten dari tahun 2018 hingga 2019 terjadi alih fungsi lahan mencapai 3.861,09 hektare. Masifnya mega proyek nasional dibeberapa daerah Provinsi Banten yang saat ini tengah digenjot akan menambah permasalahan baru untuk masyarakat Banten,” sebutnya.
Pria asal Pandeglang ini menjelaskan, pembangunan jalan tol Serang-Panimbang salah satunya yang akan menggerus lahan pertanian di Kabupaten Pandeglang.
“Terbukti dengan ditetapkannya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Tanjung Lesung berdampak pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) di 5 kecamatan yang terdiri dari kecamatan Pagelaran, Sukaresmi, Bojong, Cibitung, dan Cikeusik Pandeglang berubah menjadi lahan industri,” jelasnya.
“Mudahnya akses investasi ini tentu didorong oleh persoalan kontradiktif dari peraturan yang ada di Omnibuslaw. Padahal peraturan ini sudah banyak ditentang dan ditolak oleh berbagai elemen massa rakyat. Tentu saja hal ini akan menjadi problem baru massa rakyat yang merebut hak rakyat di tanah adat dan masyarakat pada umumnya yang memberi keuntungan kepada swasta,” sambung dia.
Sementara lanjutnya, Perda Nomor 5 Tahun 2014 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B) yang menjadi aturan perlindungan petani di Banten malah tidak befungsi.
Berikut Tuntutan EW LMND Banten
- Tolak alih fungsi lahan pertanian di Banten
- Penuhi fasilitas sarana prasarana pertanian
- Berikan jaminan keterjangkauan akses dan harga pasar yang layak untuk petani
- Selesaikan konflik agraria di Banten
- Hentikan kriminalisasi terhadap petani
- Wujudkan reforma agraria sejati dan bangun industrialisasi nasional. (*/Faqih)