Menelaah Motif Dibalik Mundurnya 20 Pejabat Dinkes Banten, Adakah Muatan Provokatif?

SERANG – Belakangan ini Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten telah berhasil menetapkan tiga tersangka dugaan kasus korupsi pengadaan masker KN95 di Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Banten tahun anggaran 2020, pada Kamis, (27/5/2021). Setidaknya ada dua alat bukti yang sudah dikantongi penyidik.
Diketahui, satu dari tiga tersangka itu merupakan pejabat Dinkes Banten, yakni Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan dan Kefarmasian Dinkes Banten, Lia Susanti. Menariknya, satu hari setelah Kejati menetapkan tersangka, 20 pejabat Dinkes Banten yang lain justru malah mengundurkan diri dari jabatannya.
Dalam penyataan sikapnya, ke 20 pejabat Dinkes Banten kecewa atas penetapan Lia Susanti sebagai tersangka kasus pengadaan masker KN95 yang dinilai tak ada upaya perlindungan dari pimpinan.
Surat pernyataan yang ditujukan kepada Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, kemudian juga ditembuskan kepada Ketua DPRD Banten, Sekretaris Daerah Banten, Inspektorat Banten, Kepala Dinkes Banten dan Kepala BKD Banten, itu tertanggal 28 Mei 2021.

Klaimnya, 20 pejabat Dinkes Banten yang mengundurkan diri ini mengaku dalam surat itu, telah bekerja secara maksimal dalam melaksanakan tugas sesuai arahan Kepala Dinkes Banten, Ati Pramudji Hastuti yang dilakukan dengan penuh tekanan dan intimidasi. Kondisi tersebut membuat mereka bekerja dengan tidak nyaman dan penuh ketakutan.
Selanjutnya, pernyataan yang kedua dalam surat itu, Lia Susanti yang ditetapkan sebagai tersangka kasus pengadaan masker untuk penanganan Covid-19, dalam melaksanakan tugas sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) sesuai perintah Kepala Dinkes.
Dengan kondisi penetapan tersangka tersebut, ke 20 pejabat Dinkes Banten merasa sangat kecewa dan bersedih lantaran tidak ada upaya perlindungan dari pimpinan.
“Sehubungan dengan kondisi tersebut dengan bulat kami menyetakan sikap, menyatakan mengundurkan diri sebagai pejabat di lingkungan Dinkes,” demikian bunyi kutipan dalam sikap pernyataan tersebut.
Menelaah dari isi surat pernyatan pengunduran diri ke 20 pejabat Dinkes Banten, ternyata itu merupakan bentuk reaksi atas adanya tekanan dan intimidasi. Entah intimidasi seperti apa dan siapa yang melakukannya masih menjadi misteri.
Meski begitu, aktivis antikorupsi, Uday Suhada menduga adanya inisiator dalam upaya pengunduran diri secara berjamaah yang dilakukan oleh ke 20 pejabat Eselon III dan IV di Lingkungan Dinkes Banten Provinsi tersebut.

“Dugaan saya, pola pembuatan Surat Pernyataan bersama seperti itu ada yang menginisiasi. Sebab, mereka itu kan pejabat yang dilantiknya tidak bersama-sama, beda eselon dan bidang. Saya yakini itu hanyalah bentuk protes atas kepemimpinan Kadinkes yang selama ini mereka bekerja merasa tertekan,” ujarnya kepada Fakta Banten, Selasa (1/6/2021).
Uday mengungkapkan, yang pasti mundurnya ke 20 pejabat Dinkes Provinsi Banten adalah bentuk nyata atas kegagalan Gubernur Banten, Wahidin Halim dalam mewujudkan reformasi birokrasi di tubuh Pemerintah Provinsi Banten.
Hal serupa dikatakan Akademisi Untirta, Ikhsan Ahmad. Ia menyebut, peristiwa mundurnya ke 20 pejabat tersebut jangan sampai menjadikan perpindahan fokus penanganan korupsi kepada isu playing victim maupun menjadi tekanan kepada Kejati, atas penetapan tersangka kasus korupsi masker. Sehingga akibat dari penetapan tersangka itu terganggu fungsi pelayanan birokrasi pemerintah.
“Ketidakpercayaan kepada kepemimpinan yang ada kini semakin terbuka, bukan saja terjadi pada masyarakat tetapi juga di internal birokrasi sendiri yang kemudian hal ini menjelaskan bahwa reformasi birokrasi selama ini adalah omong kosong dalam klaim WTP,” ujarnya.
Ikhsan juga meminta, agar isi dalam surat pengunduran diri yang beredar di medsos tersebut dapat dijelaskan kepada publik. Termasuk yang dimaksud dengan adanya kondisi dibawah tekanan dan intimidasi.
Sementara, Gubernur Banten, Wahidin Halim dalam keterangan tertulisnya menyesalkan atas pengunduran diri 20 pejabat di lingkungan Dinkes Provinsi Banten di tengah dugaan kasus korupsi pengadaan masker KN95 yang ditangani oleh Kejati Banten.
“Saya kira bentuk solidaritas ini bisa dipahami, namun masalah hukum ini sedang diproses dan ditegakkan oleh Kejati Banten. Dan kita harus memberikan kepercayaan kepada kejaksaan. Dan tentunya sebagai pimpinan saya juga prihatin,” ujarnya Senin (31/5/2021) malam.
Namun Wahidin menyatakan pengunduran diri ini tak bisa ditoleransi, karena di tengah Pemprov Banten sedang menghadapi masa pandemi dan berusaha melindungi rakyat dengan sebaik-baiknya, 20 pejabat itu terlalu gampang untuk mengambil sikap mengundurkan diri.
“Setelah sekilas, saya pelajari pengunduran diri ini bukan semata-mata karena solidaritas karena temannya ditahan. Mereka adalah orang-orang lama yang kinerjanya sudah kita tahu tidak mau mengubah mindsetnya dengan upaya Pemerintah Provinsi dalam memerangi korupsi,” jelas Wahidin.
Mantan Walikota Tangerang ini menyatakan, jika dalam pemeriksaan yang nanti akan dilakukan BKD terdapat indikasi bahwa motifnya karena tidak ingin berperang melawan Covid-19 atau ada faktor lain, maka berpotensi adanya pemecatan.
“Kalau terbukti ada faktor-faktor lain dari pengunduran diri ini, maka akan saya non-jobkan atau bisa juga dilakukan pemecatan,” tegas Wahidin. (*/Faqih)
