Muncul Dugaan Korupsi Hibah, Kyai Matin: Jangan Jadikan Pesantren Sarang Penyamun!

SERANG – Tokoh masyarakat sekaligus ulama Kota Serang, Kyai Matin Syarkowi angkat bicara terkait munculnya dugaan kasus korupsi hibah Pondok Pesantren (Ponpes) yang bersumber dari APBD Banten tahun anggaran 2020.

Ia mengungkapkan, dugaan korupsi tersebut bukan hal suatu yang baru terjadi di Banten, namun sebelumnya korupsi hibah juga terjadi sekitar 10 tahun yang lalu. Menurutnya, jangan jadikan pesantren sarang bagi penyamun. Oleh karena itu kata dia, kejadian agenda-agenda korupsi harus segera diakhiri.

Terkait dana hibah untuk Ponpes tahun 2020 ini, dirinya mengakui pernah didatangi oleh salah satu pimpinan pesantren di kecamatan Curug, Kota Serang. Kedatanganya itu yakni untuk mengadukan kepada Matin Syarkowi bahwa ada dugaan pemotongan sebesar Rp10 juta per Ponpes.

“Begitu uang diterima, cair, maka dikumpulkan, tanpa bukti apapun. Pemotongan ini diluar dari adanya biaya iuran yang telah ditetapkan. Kalau ada yang menolak potongan ini diancam tidak akan disertakan dalam list hibah ini, jika penolakan itu kuat, pemotongan bisa jadi hanya lima juta,” ungkapnya dalam keterangan tertulis kepada Fakta Banten, Minggu (9/5/2021).

Atas kejadian itu lanjutnya, harus dilihat dan dipertanyakan bagaimana kebijakan atau regulasi yang dibuat oleh Pemprov Banten itu.

“Pemprov Banten melibatkan mitra dalam pemberian dana hibah ini, nah pelibatan mitra ini tidak fair, tidak terbuka karena klaim yang dilakukan seolah-olah seluruh pesantren di Banten dibawah koordinasi mitra ini,” ujarnya.

“Oleh karena itu mudah untuk mengusut siapa yang bertanggungjawab terhadap kasus korupsi ini dengan mengajukan pertanyaannya siapa yang bertanggungjawab terhadap data ini?,” sambung Kyai Matin Syarkowi

Dikatakannya, dalam proses penyaluran hibah Ponpes itu, Pemprov Banten bekerjasama dengan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP).

“Perlu diingat selain ada bantuan dana hibah untuk pesantren ada dana bantuan untuk organisasi yang diterima oleh FSPP, kabarnya sebesar Rp500 juta. Jadi apapun dalih pemotongan ke pesantren merupakan suatu pembodohan karena FSPP sudah mendapatkan bantuan operasional untuk melakukan pendataan pesantren,” terangnya.

Sejauh ini kasus yang tengah ditangani Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten ini telah menyeret tiga tersangka. Mereka adalah ES, AS dan AG.

“Tetapi perlu diingat bahwa korupsi pasti tidak dilakukan secara sendiri-sendiri, tetapi sistematis. Oleh karena itu FSPP dan Gubernur harus diperiksa juga, diselidiki apakah terlibat atau tidak, baik secara langsung atau tidak langsung, apakah terjadi karena kelalaian atau kesengajaan,” jelasnya. (*/Faqih)

Honda