Soroti Kenaikan UKT di Sejumlah Kampus, LSM Pusaran Indonesia Sebut Komersialisasi Pendidikan
SERANG – Maraknya kenaikan biaya Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah kampus yang ada di Indonesia banyak menuai kontroversi.
Gelombang penolakan kenaikan UKT terus berdatangan dari sejumlah kampus yang mengalami kenaikan UKT dan sejumlah elemen masyarakat.
Direktur Eksekutif Pusaran (Pusat Studi Kebijakan dan Perencanaan) Rafly Maulana mengatakan, kenaikan UKT di sejumlah kampus merupakan komersialisasi pendidikan.
Menurutnya hal tersebut tidak sesuai dengan UUD 1945 dan berlawanan dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Karena persoalan pendidikan telah diatur dalam UUD 1945. Didalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 dinyatakan bahwa kewajiban untuk Menyelenggarakan pendidikan merupakan tanggung jawab negara,” ucapnya kepada Fakta Banten, Minggu (19/5/2024).
“Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, serta dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional,” tambahnya.
Menurutnya dengan mahalnya pendidikan yang ada hanya ada sebagian golongan masyarakat saja yang dapat menikmati manisnya pendidikan tinggi.
“Sedangkan masyarakat yang tidak sanggup membayar pendidikan yang sudah jelas menjadi haknya hanya bisa menggigit jari. Masyarakat yang tidak dapat menikmati manisnya bangku pendidikan tinggi pun harus menjadi korban penindasan karena minimnya pendidikan,” ucap mantan Presiden Mahasiswa Untirta 2019.
Terakhir dirinya berharap kepada Pemerintah pusat untuk untuk segera memperhatikan kenaikan UKT ini sehingga kampus kampus di seluruh indonesia.
“Penting untuk kita semua menyadari Bahwa dengan sistem yang mahal harganya ini, maka mereka, Bukan untuk menjadi manusia yang seutuhnya. Melainkan manusia yang mengagungkan persoalan materil, pemerintah harus mencabut kenaikan biaya UKT di Perguruan Tinggi,” tandasnya.
