Tak Ingin Ada Penggelapan Pajak Jilid II, Deni Hermawan: Harus Kita Kawal!
SERANG – Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Banten, Deni Hermawan dipastikan akan turun tangan membenahi organisaai yang baru saja dijabatnya itu.
Deni mengaku akan mengunjungi seluruh Samsat yang ada di lingkungan Bapenda Provinsi Banten, guna memastikan proses layanan sesuai dengan aturan dan mekanisme yang berlaku.
Bahkan dirinya ingin melakukan pembenahan-pembenahan di lingkungan Bapenda Banten, di antaranya ingin menguji keandalan sistem agar tidak kembali terjadi kasus serupa yakni penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua Tangerang.
“Harus kita kawal. Dipastikan saya akan kunjungan ke lapangan. Apa yang terjadi di Bapenda Banten saya ingin kawal. Saya akan melakukan pembenahan-pembenahan sistem,” tegas Deni kepada Fakta Banten, pada Sabtu (1/4/2023).
Komitmen Deni itu disambut baik oleh Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Banten (KMSB), Uday Suhada. Menurutnya, langkah Deni itu mesti didukung secara bersama-sama.
“Langkah pertama yang diambil oleh Deni itu patut kita dukung bersama, apalagi sejak awal begitu terjadinya penggelapan dana yang pertama kali terungkap di Samsat Kelapa Dua saya sudah mendesak Pemprov untuk melakukan audit investigasi terhadap seluruh samsat,” kata Uday.
Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik (ALIPP) ini mengungkapkan, kasus penggelapan pajak di Samsat Kelapa Dua merupakan kasus hukum yang terjadi dari sumber pendapatan.
“Selama ini penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan terhadap belanja daerah. Untuk itu penting dilakukan audit investigasi, dikhawatirkan ada hal serupa terjadi juga di lingkungan samsat lainnya,” katanya.
“Oleh karenya langkah yang dilakukan Deni terkait evaluasi sistem, merupakan langkah baik dan kita support bersama, dalam rangka memaksimalkan pendapatan daerah agar tidak terjadi kebocoran serupa,” sambungnya.
Seperti diketahui, kasus korupsi penggelapan pajak telah terjadi di Samsat Kelapa Dua Tangerang pada tahun 2021 dan 2022. Kasus tersebut telah merugikan keuangan negara sebanyak Rp10,8 miliar. (*/Faqih)