Terkait Verifikasi Administrasi Parpol Oleh KPU, JRDP Sebut Ruang Publik Dibatasi
SERANG – Badan Pekerja JRDP menilai pelaksanaan verifikasi administasi (vermin) partai politik calon peserta Pemilu 2024 yang kini tengah dilakukan KPU Kabupaten Kota, sama sekali tidak melibatkan publik.
Para operator Sipol yang bekerja memberikan status atas keanggotaan parpol, bekerja tanpa ada kontrol dan atau pengawasan dari publik.
Karena itu, JRDP mendesak KPU Kabupaten/Kota untuk dapat mempertanggungjawabkan kinerja seluruh operator Sipol tersebut.
“Vermin lewat Sipol adalah tahapan paling gelap. Dikatakan demikian karena sedari awal, publik tidak pernah diberikan informasi memadai oleh KPU tentang berapa jumlah anggota parpol X misalkan. Kemudian berapa yang memenuhi syarat, berapa yang tidak memenuhi syarat, kenapa memenuhi syarat, kenapa tidak memenuhi syarat. Tiba tiba nanti mungkin di akhir verifikasi KPU mempublish, parpol A lolos sebagai peserta pemilu, parpol B tidak. Prosesnya saja kami tidak pernah tahu, bagaimana mau bisa menerima hasil berupa angka angka rekapitulasi,” ungkap Koordinator JRDP Febri Setiadi, pada Rabu 31 Agustus 2022.
Dijelaskan Febri, berdasarkan pengamatan di beberapa KPU Kabupaten/ Kota di Provinsi Banten, para operator Sipol tidak memiliki pemahaman yang utuh dan sama tentang bagaimana pemberian status keanggotaan parpol.
Terlebih kata dia, aparatur Bawaslu juga dibatasi betul dalam melakukan kerja kerja pengawasan. Terlebih, KPU juga tidak secara pro aktif mengundang publik, untuk dapat menyaksikan proses eksekusi Sipol oleh para operator.
“Siapa yang dapat meyakini, bahwa tindakan operator Sipol sekarang sudah sesuai. Bahwa tindakan operator Sipol tidak melenceng dari norma. Jangankan publik, Bawaslu saja kami dengar diberi jarak untuk dapat mengawasi. Jadi kami menuntut kepada KPU Kabupaten/ Kota untuk dapat menjelaskan secara komprehensif dan detail, bagaimana vermin ini dilakukan,” kata Febri
“Berapa jumlah anggota parpol, bagaimana verifikasi dilakukan, publik sama sekali tidak tahu. Jadi wajar kalau ada penilaian bahwa tahapan verifikasi ini aktor utamanya hanya parpol dan KPU. Padahal baik parpol maupun KPU adalah lembaga publik. Jika dibiarkan, nanti akan berkembang opini liar, apa yang dilakukan parpol dan KPU saat verifikasi. Begitu seterusnya pertanyaan sinis akan muncul dari publik,” sambungnya.
Di tempat yang sama, aktivis JRDP Ade Buhori menuturkan, pihaknya juga berharap parpol dapat menjelaskan kepada publik tentang bagaimana mereka merekrut anggota.
Karena informasi yang diserap JRDP lanjutnya, tidak sedikit KTP anggota Parpol yang diupload ke dalam Sipol, terduga kuat hasil dari pengeditan.
Terlebih, kata Ade, dalam proses vermin parpol, KPU Kabupaten/ Kota sama sekali tidak melibatkan Disdukcapil setempat.
“Karena berdasarkan pasal 95 UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan, ada ancaman pidana bagi mereka yang melakukan manipulasi data kependudukan. Karena itu harusnya sedari awal vermin, Disdukcapil dilibatkan untuk menilai apakah KTP anggota parpol yang dituangkan dalam Sipol tersebut benar atau tidak,” tambah Ade
Ade menilai, hingga kini masih ada ketidaksinkronan antara data kependudukan dengan manajemen kepemiluan.
“Ini baru tahap awal dalam pemilu. Ke depan akan banyak lagi agenda kepemiluan yang melibatkan KTP masyarakat. Misalkan saat pencalonan DPD RI dan nanti saat pencalonan kepala daerah dari jalur perseorangan. KPU dan Disdukcapil harus memiliki komitmen yang sama, bahwa KTP warga itu tidak bisa dengan mudah dapat disalahgunakan untuk kepentingan politik,” pungkasnya. (*/Faqih)