CILEGON – Kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) pada proyek pembangunan PT Lotte Chemical Indonesia (LCI) yang dilakukan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten, dinilai tidak secara spesifik membahas kegiatan yang menghilangkan kawasan hutan bakau di kawasan Tanjung Peni dan Lelean di Kecamatan Grogol, Kota Cilegon. Hal ini akhirnya menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Banten Antisipator Lingkungan Hidup Indonesia (BALHI), Heri JB. Menurutnya, dalam dokumen AMDAL, banyak persoalan tentang lingkungan hidup yang tidak dijelaskan secara spesifik seperti kondisi zona awal, bagaimana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupnya.
“Kami nilai tidak spesifiknya pembahasan lingkungan hidup di dokumen AMDAL yang akhirnya menjadi polemik di masyarakat sekitar, dan juga kami menilai kurangnya asas kehati-hatian dari Dinas LHK Banten yang menyebabkan ada dugaan pelanggaran pada UU PPLH,” ungkap Heri JB kepada Fakta Banten, Senin (22/7/2019).
“Tidak memihaknya DLHK Provinsi Banten terhadap perlindungan lingkungan bisa dilihat dari rencana awal dokumen AMDAL PT LCI. Diantaranya, tidak membahas secara mendalam adanya rencana pengerukan lahan. Padahal, lahan yang didominasi rawa atau lumpur yang ditumbuhi mangrove tidak diketahui berapa juta kubik deposit lumpur yang dikeruk,” imbuhnya.
Heri menegaskan bahwa AMDAL PT LCI tidak pernah membahas soal dumping lumpur dan mangrove saat pematangan lahan.
“Bagaimana antisipasi dumping lumpur itu sendiri? Sehingga itu jadi polemik di masyarakat Cilegon. Bahkan dikhawatirkan Cilegon akan dikepung lumpur LCI. Itu bisa dilihat dari banyaknya pengajuan SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan) di DLH Kota Cilegon untuk menampung lumpur LCI,” jelas Heri.
Padahal, menurut Heri, pihaknya sudah mengingatkan sejak awal kepada pihak terkait sebelum dilaksanakan groundbreaking pembangunan PT Lotte Chemical Indonesia untuk mengkaji ulang pembahasan dokumen AMDAL proyek tersebut secara mendasar dan mendalam.
“Sebelum groundbreaking, kita sudah sampaikan dalam audiensi kepada Kepala Dinas dan Ketua Komisi Penilai Amdal (KPA) DLHK Provinsi Banten, bahwa AMDAL PT. LCI harus dikaji ulang secara mendalam dan mendasar, dan sekarang baru tahap awal pematangan lahannya aja udah terjadi polemik di masyarakat, sedangkan tahapannya masih banyak itu,” tuturnya.
Heri mengaku, bahwa perhatian pihaknya kini lebih kepada regulasi tentang penetapan atau SK perlindungan hutan mangrove yang seharusnya dilindungi dan dilestarikan yang dilakukan pihak terkait dan dinilai kurang objektif.
“Mereka condongnya bukan ke objek hutan mangrove sebagai ekosisten essensial yang harus dilindungi dan dilestarikan, malah ke regulasi tentang penetapan atau SK-nya. Dan anehnya lagi, mereka memindahkan (hutan mangrove) di lahan yang belum ada SK atau Perda penetapannya, terus jauh dari lokasi kegiatan proyek PT. LCI, kan mengada-ada,” diterangkan Heri.
Heri menegaskan bahwa Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Banten dan Ketua Komisi Penilai AMDAL (KPA) Provinsi Banten harus bertanggungjawab terhadap polemik yang kini tengah terjadi.
“Seharusnya di dalam AMDAL sudah bisa dibahas dan diantisipasi atau diminimalisir dampak pengelolaannya dari awal. Rekomendasi izin lingkungan kan dari mereka (DLHK -red), kecuali di AMDAL sudah dibauas tapi tidak dilaksanakan pasca AMDAL. Ini baru pemrakarsa yang menandatangani surat pernyataan yang bertanggungjawab, yang tandatangan Presdir-nya PT. LCI, Mister Kim Yong Hu,” tandasnya. (*/RedRT)