FAKTA BANTEN – Akibat peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak mengakomodasi fisioterapi dan prosedur dipersulit oleh BPJS, fisioterapis di seluruh Indonesia tidak melayani pasien BPJS Kesehatan. Hal tersebut berdasarkan instruksi penghentian pelayanan fisioterapi bagi pasien dengan jaminan BPJS Kesehatan N0.161/SUM/PP-IFI/VII/2018.
“Surat tersebut kami sampaikan lewat pengurus daerah IFI (Ikatan Fisioterapi Indonesia), Rabu (25/7). Pelayanan fisioterapi di rumah sakit di DIY yang terdata sudah tidak melayani BPJS hingga Rabu (25/7) malam sebanyak 10 RS, yakni RS Bhayangkara, RS Elisabeth Ganjuran, RS PKU Muhammadiyah Bantul, RSI Hidayatullah, RS DKT, RS Bethesda Lempuyangwangi, RS Nur Hidayah, RSUD Prambanan, RSUD Nyi Ageng Serang Kulonprogo, dan RSUD Wonosari,’’ kata Ketua Umum PP IFI, Ali Imron, Kamis (26/7).
Instruksi tersebut, lanjutnya, baru dibuat Rabu (25/7) dan saat itu juga fisioterapis di beberapa rumah sakit di DIY juga Sulawesi Selatan, sudah tidak melayani pasien BPJS Kesehatan. Imron menegaskan, fisioterapis yang mogok tidak bekerja, hanya yang bekerja di RS dan melayani pasien BPJS.
Namun, Imron menambahkan, fisioterapis tetap memberikan pelayan fisioterapi terbaik sesuai standar profesi dan standar pelayanan fisioterapi bagi pasien yang tanpa jaminan BPJS. Saat ini, jumlah fisioterapis di Indonesia sekitar 12 ribu orang dan yang di luar rumah sakit hanya sekitar 10 persennya.
Diungkapkan, adanya instruksi fisioterapis tidak melayani pasien BPJS Kesehatan ini sehubungan dengan telah terbitnya Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan BPJS Kesehatan Nomor 05 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik dalam Program Jaminan Kesehatan yang hanya mengakomodasi dan membutuhkan peran dokter SpKFR Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Medik) pada pelayanan rehabilitasi medik.
Lebih lanjut Imron mengemukakan, Peraturan Nomor 05 Tahun 2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik dalam Program Jaminan Kesehatan yang di dalam lampiran mengatur tindakan fisioterapi tidak sesuai dengan standar pelayanan fisioterapi. Sehingga, dapat berakibat pada tidak adanya perlindungan hukum terhadap fisioterapis yang memberikan pelayanan (UU Nomor 36 Tahun 2014 Pasal 57 butir a).
Kewajiban untuk memberikan pelayanan sesuai dengan standar profesi diamanatkan dalam UU Nomor 36 Tahun 2009, UU Nomor 36 Tahun 2014, dan UU Nomor 44 Tahun 2009. Menurut Imron, yang juga dosen fisioterapi Universitas Aisyiyah Yogyakarta ini, fisioterapis tidak memberikan pelayanan fisioterapi bagi pasien dengan jaminan BPJS (dengan atau tanpa dokter SpKFR) sampai batas adanya kejelasan pelayanan fisioterapi dapat diterapkan sesuai standar profesi dan standar pelayanan fisioterapi.
Menurutnya, harapan dari kalangan fisioterapis adalah prosedur diubah, yakni dari dokter spesialis langsung ke fisioterapi tanpa wajib melalui spesialis rehabilitasi medis sebagaimana dalam aturan Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) Nomor 65 Tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Fisioterapi. “Sehingga, pasien lebih mudah dan biaya menjadi lebih murah,” katanya. (*/Republika)
[socialpoll id=”2513964″]