Dinilai Ancam Reformasi dan Supremasi Sipil, Mahasiswa Lebak Tolak Revisi UU TNI
LEBAK– Ketua Bidang Media dan Propaganda (AMP) Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) Perwakilan Rangkasbitung, Muhamad Arin Nurdiansyah dengan tegas menolak revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang tengah dibahas oleh pemerintah dan DPR.
Ia menilai, revisi ini berpotensi mengembalikan praktik dwifungsi TNI seperti pada era Orde Baru, yang dapat mengancam supremasi sipil, meningkatkan risiko pelanggaran HAM, serta menghambat agenda reformasi yang telah diperjuangkan selama lebih dari dua dekade.
Dalam pernyataan tersebut, Arin menyoroti beberapa poin dalam revisi UU TNI yang dinilai berbahaya, terutama terkait kemungkinan perwira aktif TNI menduduki jabatan sipil.
Menurutnya, tidak ada alasan yang mendesak bagi pemerintah untuk memberikan ruang bagi TNI mengisi posisi strategis di lembaga sipil.
Ia menilai, kebijakan ini justru akan mengaburkan batasan antara institusi militer dan sipil, serta berpotensi melemahkan peran sipil dalam pengambilan kebijakan publik.
“Revisi ini membuka peluang bagi militer untuk kembali berperan dalam urusan sipil, sesuatu yang jelas bertentangan dengan semangat reformasi 1998. Seharusnya, TNI tetap fokus pada tugas utama mereka dalam pertahanan negara, bukan masuk ke dalam birokrasi sipil,” kata dia kepada Fakta Banten, Rabu (19/3/2025).
Lebih lanjut, Arin menegaskan bahwa keterlibatan militer dalam urusan pemerintahan sipil bisa mengarah pada otoritarianisme terselubung, yang pada akhirnya dapat mengancam kebebasan sipil dan nilai-nilai demokrasi.
Ia juga menyoroti trauma sejarah yang masih dirasakan masyarakat Indonesia akibat dominasi militer pada era Orde Baru.
Karena khawatir, revisi UU ini bisa menjadi pintu masuk bagi kembalinya rezim militeristik yang membatasi hak-hak warga negara serta meningkatkan risiko pelanggaran HAM.
“Kami tidak ingin sejarah kelam terulang kembali. Reformasi 1998 adalah hasil perjuangan panjang rakyat Indonesia untuk menghapuskan campur tangan militer dalam kehidupan sipil. Jika revisi ini disahkan, maka kita sedang berjalan mundur ke masa di mana militer memiliki kuasa di luar bidang pertahanan,” terangnya.
Ia menyatakan bahwa keberadaan TNI dalam jabatan sipil dapat mengancam prinsip civil supremacy atau supremasi sipil, yang merupakan salah satu pilar utama dalam sistem demokrasi modern.
Sebagai bentuk perlawanan terhadap revisi UU TNI, pihaknya berencana menggalang solidaritas lebih luas dan akan terus menyuarakan penolakan mereka.
Mereka mendesak DPR dan pemerintah untuk membatalkan revisi ini dan lebih fokus pada upaya memperkuat reformasi di sektor pertahanan tanpa mengorbankan supremasi sipil.
“Kami akan terus mengawal isu ini. Jika pemerintah tetap memaksakan revisi ini, kami siap menggelar aksi yang lebih besar bersama berbagai elemen masyarakat lainnya,” ujarnya.
Sampai saat ini, revisi UU TNI masih menjadi perdebatan di tingkat nasional, dengan banyak pihak yang menuntut agar pemerintah dan DPR lebih terbuka terhadap aspirasi publik sebelum mengambil keputusan final. (*/Sahrul).