Loading...

Hentikan Phobia terhadap Jurnalis, Pejabat di Lebak Didorong Lebih Terbuka

IP UBP Suralaya HUT Cilegon

 

LEBAK – Hubungan antara pejabat dan jurnalis di Kabupaten Lebak kembali menjadi sorotan. Sejumlah wartawan mengeluhkan sulitnya akses informasi dari pihak pemerintah daerah, bahkan tak jarang mendapat perlakuan kurang bersahabat saat menjalankan tugas jurnalistik.

Fenomena ini menimbulkan kesan dugaan adanya “phobia” terhadap jurnalis di kalangan pejabat, sebuah sikap yang dinilai bertentangan dengan prinsip keterbukaan informasi publik.

Menurut Sekertaris Ikatan Wartawan Online (IWO) Lebak, Sahrul Gunawan sikap tertutup dan enggan berdiskusi dengan awak media justru dapat menimbulkan spekulasi yang tidak sehat di tengah masyarakat.

“Jurnalis bekerja untuk menyampaikan informasi yang benar dan berimbang. Jika pejabat terlalu defensif atau bahkan menghindari media, justru bisa muncul kesalahpahaman yang merugikan semua pihak,” kata dia kepada Fakta Banten, Rabu (5/3/2025).

Dalam dunia demokrasi, jurnalis berperan sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat.

Mereka bukan hanya sekadar mencari berita, tetapi juga menyampaikan program dan kebijakan pemerintah secara lebih luas.

Akademisi Lebak, Dr. Wahyudin menegaskan bahwa pejabat publik seharusnya memahami peran strategis media dalam membangun transparansi dan akuntabilitas.

“Ketakutan berlebihan terhadap wartawan justru bisa menimbulkan kesan ada sesuatu yang ditutup-tutupi. Padahal, jika komunikasi terjalin baik, jurnalis justru dapat membantu menyebarluaskan kebijakan positif yang dilakukan pemerintah,” katanya.

Beberapa wartawan di Lebak mengaku pernah mengalami kesulitan saat ingin mewawancarai pejabat terkait isu-isu strategis.

Mulai dari permintaan wawancara yang ditolak tanpa alasan jelas, hingga pejabat yang enggan memberikan pernyataan meski sedang menghadiri acara publik.

“Sering kali, ketika kita ingin meminta klarifikasi soal kebijakan atau isu yang berkembang, justru mendapat jawaban normatif atau malah dihindari. Ini tentu menyulitkan kami dalam menyajikan berita yang akurat,” ungkap seorang jurnalis media lokal yang enggan disebut namanya.

Tak jarang, sikap defensif berlebihan dari pejabat justru menimbulkan persepsi negatif di mata publik. Jika terus berlanjut, hal ini bisa berdampak pada rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah.

Sebagai pejabat publik, keterbukaan terhadap media seharusnya menjadi bagian dari komitmen dalam menjalankan tugas.

UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP) mengamanatkan bahwa masyarakat, termasuk jurnalis, berhak memperoleh informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik.

Untuk mengatasi ketegangan antara pejabat dan jurnalis, diperlukan komunikasi yang lebih baik dan terbuka.

Beberapa daerah telah menerapkan strategi dengan mengadakan forum rutin antara media dan pejabat pemerintah agar tercipta hubungan yang lebih harmonis.

“Di beberapa daerah lain, pemerintah justru proaktif dalam memberikan informasi kepada media, sehingga tidak ada kesan menghindar. Mungkin ini bisa dicontoh oleh pejabat di Lebak agar tidak ada lagi kesalahpahaman dengan jurnalis,” kata Dr. Wahyudin.

Sebagai daerah yang terus berkembang, Kabupaten Lebak membutuhkan sistem komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat, di mana jurnalis berperan sebagai penghubung utama.

Dengan keterbukaan yang lebih besar, pemerintah daerah justru bisa lebih dipercaya oleh masyarakat dan mempercepat pembangunan yang lebih transparan dan akuntabel.

Pada akhirnya, sikap terbuka terhadap jurnalis bukanlah ancaman bagi pejabat, melainkan sebuah langkah cerdas dalam membangun kepercayaan publik dan memperkuat demokrasi di Lebak. ***

WhatsApp us
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien