Korban Banjir Bandang-Longsor di Lebak Ngeluh Setahun Tinggal di Tenda

LEBAK – Ratusan korban banjir bandang dan longsor pada Januari 2020 lalu di Kecamatan Lebak Gedong, Kabupaten Lebak saat ini masih mengungsi. Mereka hampir satu tahun tinggal di hunian sementara (huntara) di sebuah perbukitan.

Para korban longsor ini adalah warga dari Kampung Cigobang, Desa Banjarsari, Kecamatan Lebak Gedong. Ada 4 bagian hunian sementara dari bangunan bambu dan ditutup oleh tenda terbuat dari terpal di atas tanah merah. Totalnya ada 115 kepala keluarga tinggal di sana karena kampung mereka hancur diterjang longsor.

“Penduduk totalnya ada 115 kepala keluarga,” kata Ketua RT Amin saat ditemui di Lebak Gedong, Kabupaten Lebak, Banten, Jumat (30/10/2020).

Sebagian warga yang tinggal di tenda katanya kesulitan khususnya saat musim penghujan. Karena tenda dari bambu dan terpal, mereka juga sering kebocoran. Belum lagi, banyak keluarga yang tinggal dan memiliki anak yang masih kecil-kecil.

“Tenda sudah pada rajit (ancur), bocor itu. Kasihan-kasihan lah itu apalagi anak kecil,” ujarnya.

Sebagian korban bencana ini sebelumnya mengungsi di Depo Pendidikan dan Latihan Tempur (Dodiklatpur) Rindam III Siliwangi di Ciuyah. Warga kemudian pulang dan menetap dekat kampung mereka yang hilang di sebuah tanah milik sebuah perusahaan.

“Saya pindah dari Ciuyah, baru 6 bulan di sini. Kalau panas kepanasan, kalau hujan kebanjiran. Tanahnya tanah merah, becek. MCK sih banyak, airnya susah,” kata warga bernama Diah.

Kondisi di huntara ia sebut memang menyedihkan. Karena tidak ada pilihan, mereka memilih tinggal di sana sambil menunggu bantuan.

“Sedih, kalau hujan anak ke siksa,” tambahnya.

Yang buat mereka tambah prihatin katanya soal timpangnya huntara mereka dengan huntara milik korban longsor di Bogor yang kebetulan saling berdekatan.

Korban di wilayah sana menurutnya dibangunkan hunian dari bahan yang layak. Mereka juga ditawarkan agar pindah ke sana karena bangunan mereka semakin rusak.

“Ada juga yang ngajak ke (huntara) bagian Bogor, itu pakai baja ringan. Katanya kalau nggak nyaman di tenda rusak, sudah ke situ aja. Kasihan sama kita, kita kan nggak mau itu kan daerah Bogor,” ujarnya.

Kondisi anak korban bencana pun kesulitan khususnya untuk belajar. Kebanyakan mereka kesulitan belajar online dan memilih untuk tidak bersekolah.

“Kalau nggak punya HP, nganggur. Anak-anak aja kesusahan, bukan susah lagi. Nggak ada hiburan sama sekali, ada hiburan itu kolecer (kincir angin) buatan bapak-bapak,” kata warga lain bernama Saci. (*/Detik)

WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien