Soal Peternakan di Zona Merah RTRW, Mahasiswa Sayangkan Pernyataan Pemkab Lebak Yang Dianggap Keliru

Sankyu

LEBAK – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda (AMDA) dan Keluarga Mahasiswa Lebak (Kumala) Perwakilan Rangkasbitung menyayangkan pernyataan Dinas PUPR dan Dinas DPMPTSP Kabupaten Lebak, soal perusahaan ternak yang ada di zona merah floating perda RTRW. Menurut Kumala Perwakilan Rangkasbitung, pernyataan kedua Dinas tersebut dianggap keliru.

“Pernyataan itu tentu saja sebuah kekeliruan dalam berfikir. Lagi-lagi peraturan daerah dibuat untuk menjabarkan apa saja batasan atau aturan yang tidak diatur melalui perundang-undangan ataupun peraturan daerah Provinsi. Itu yang disebut dengan hirarki hukum, atau turunan hukum,” kata Ketua Kumala Perwakilan Rangkasbitung Eza Yayang Firdaus pada Fakta Banten, Selasa, (20/4/2021).

Dijelaskannya, kedua klausulnya dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2014 tentang RTRW pasal 40 ayat 7, itu sangat jelas menerangkan tentang kawasan peternakan adalah kawasan untuk usaha pengembangan peternakan.

“Artinya semua itu untuk mengatur luasan wilayah yang diperuntukan pengembangan usaha peternakan. Kalau pernyataan seperti itu, yang ada pembenaran jatuhnya. Wong kemaren legislatif saja sudah mengamini kok. Bahwa usaha ternak yang dibangun dan akan dibangun terlebih dengan skala besar di dua Kecamatan yang tidak masuk dalam klausul Perda RTRW adalah sebuah bentuk pelanggaran,” tegasnya.

Sedangkan ketua Umum Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Usep Ridwan Allais sangat menyayangkan atas pernyataan DPUPR dan DPMPTSP yang mana pernyataanya tersebut lebih kepada pembelaan dan tidak memikirkan masyarakat yang terkena dampak. Maka Usep meminta pihak DPUPR khususnya bagian Tata Ruang dan DPMPTSP Lebak untuk mengkaji semua yang ada diaturan Perda tersebut. Jangan sampai kata ia, aturan tersebut hanya demi kepentingan investasi semata.

Sekda ramadhan

“Toh investasi selama ini buat siapa,
apalagi jangan sampai investasi melabrak hak-hak masyarakat banyak. Tentu semua harus mengkaji benar- benar persoalan itu,” tegasnya.

Lanjut Usep, pihaknya juga meminta agar tidak usah ada lagi pihak yang seolah mencari celah untuk merevisi Perda RTRW itu, karena perusahaan ternak sudah dibangun, atau ada kepentingan untuk dibangun di wilayah yang hari ini tidak mengaturnya. Karena persoalan Rangkasbitung saja sebagai contoh didalam RTRW tidak ada wilayah pertambangan itu, namun buktinya ada bahkan sangat merusak alam.

“Maka dengan tegas kami meminta kepada stakeholder pemerintahan terkait, agar kiranya jangan membuat lagi pembenaran. Jangan sampai ada gelombang aksi masa turun ke jalan, karena kita fikir saat ini selain dimasa pandemi juga umat islam sedang menjalankan ibadah puasa di bulan suci ramadhan,” katanya.

Ditegaskan Usep, meski aturan tersebut disahkan di Tahun 2014- 2034, tapi harus diingat, hingga saat ini Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang RTRW itu masih berlaku dan belum direvisi.

“Terlepas itu masih relevan ataukah tidak, yang pasti hormatilah aturan yang ada, bukan malah dilabrak terlebih dahulu aturannya, baru dibuatkan draft revisi Perda untuk melindunginya,” bebernya.

“Ingat kepentingan investasi bukan semata tentang penanaman modal dan perputaran ekonomi saja di sana, namun hajat hidup orang banyak juga harus jauh lebih di perhatikan, agar tidak menjadi malapetaka di kemudian hari. Itulah kegunaan daripada RTRW mengatur,” tutup Usep. (*/Red).

Honda