Oleh: Dr. Mohammad Nasih
Aksinya cocok dengan harapan bapaknya saat memberikan nama. Zaadit Taqwa memang berarti bekal takwa. Takwa itu menjalankan segala perintah, dan sekaligus menjauhi laranganNya, karena hanya takut kepadaNya. Takwa hanya kepada Allah ya memang harus tidak takut kepada penguasa. Dengan segala risikonya tentunya. Mau diskors, diDO, bahkan ditembak Paspampres sekalipun, anggap saja biasa.
Melihat masih ada mahasiswa yang melakukan aksi di depan penguasa, aku merasa lega. Sebelumnya, jeritan berjuta rakyat agar mahasiswa kembali bergerak, karena rezim ingkar janji dan kian lalim, malah dibalas dengan makan malam lalu foto bersama penguasa mereka sebar dengan bangga. Seruan dosen-dosen mantan aktivis tulen agar mahasiswa turun ke jalan, malah dibalas hanya dengan aksi selfi-selfi dan fotonya dikirim ke dosen sebagai bukti untuk meyakinkan. Padahal sudah beragam jargon motivasi gerakan diberikan bahwa sekali aksi lebih baik dibanding seribu kuliah. Namun mereka belum juga bergerak, hanya bergerak-gerak saja. Dengan jaket almamater yang sebenarnya membuat makin wibawa, mahasiswa malah lebih suka menjadi juru sorak di acara infotainment televisi hiburan dibanding orasi dalam aksi bersama massa rakyat.
Dalam harapan yang nyaris sampai taraf putus asa, Zaadit Taqwa menjadi penanda bahwa mahasiswa masih ada. Aku iri, karena aku dulu dengan sendiri hanya bisa aksi bakar majalah yang redaksinya tidak jujur dan menggelapkan dana dua edisi penerbitannya di depan kampus. Hanya begitu saja aku dihadiahi skors empat bulan dan jadi dua tahun karena proses pengadilan. Zaadit Taqwa pasti akan menghadapi risiko lebih besar. Karena risiko lebih besar itulah, aku makin iri kepadanya. Bukan iri yang menyesakkan dadaku, tetapi iri yang membuatku bangga sebagai bagian dari civitas akademika. Aku dan tentu kita semua akan lebih bangga juga bahagia, jika Ketua-ketua BEM seluruh Indonesia: IPB, Universitas Trisaksi, ITB, Unpad, UGM, Unair, Unibra, ITS, Undip, Unsyiah, Uncen, dan UIN-UIN terutama yang membawa nama besar Wali Sembilan bersama-sama meniup peluit yang agak panjang dengan mengangkat kartu kuning yang lebih besar. (Ngaliyan, 2/2/2018)
* Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ; Pengasuh Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE)