Belum Ada Regulasi Pengangkatan Pj Gubernur, Pengamat Hukum Sebut Ganggu Investasi

JAKARTA – Polemik pengangkatan penjabat (Pj) Gubernur belum berakhir, sebab pemerintah sampai saat ini masih belum mengeluarkan regulasi teknis yang mengatur kewenangan para Pj Gubernur tersebut.

Belum diterbitkannya regulasi tersebut dinilai pengamat hukum Dr. Dian Parluhutan, S.H., LL.M bisa mengganggu iklim investasi di daerah.

“Jika dilihat dari segi hukum bisnis dan hukum internasional, saat ini Presiden Jokowi membutuhkan adanya kegiatan investasi asing masuk ke Indonesia. (Belum adanya regulasi teknis) tentang pengangkatan Pj Gubernur akan menimbulkan permasalahan atau hambatan bagi investor asing untuk masuk ke Indonesia,” ujarnya, Sabtu 20 Agustus 2022.

Hambatan tersebut menurut Dian, karena para investor membutuhkan kepastian hukum agar mereka nyaman saat menanamkan modalnya.

Dian menerangkan, belum adanya aturan yang jelas tentang kewenangan Pj Gubernur, bisa berpotensi pada pengambilan keputusan yang melampaui kewenangan (ultra vires).

“Ketika ada yang melakukan gugatan ultra vires terhadap penjabat gubernur, maka keputusan kerjasama investasi dapat dibatalkan oleh PTUN. Tentu hal ini juga akan terbuka lebar terjadinya gugatan kepada pemerintah Indonesia di Mahkamah Internasional, sebagaimana yang telah dialami Karaha Bodas Company L.L.C yang melibatkan PT Pertamina dimana pemerintah Indonesia dikalahkan, karena pemerintah dianggap telah melanggar prinsip proposional dan prespektif hukum internasional,” terangnya.

Oleh karena itu, menurut Doktor lulusan Universitas Saarlandes Jerman, pengangkatan Pj Gubernur bukan hanya domain Kementerian Dalam Negeri, melainkan juga Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Kementerian Hukum dan HAM.

“Di sini urgensi para Menteri tersebut untuk duduk bersama, terutama Pak Luhut Binsar Panjaitan harus terlibat, agar iklim investasi tidak terkendala,” katanya.

Dian juga menegaskan, langkah tersebut sangat penting, mengingat laporan OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development), sebuah organisasi ekonomi negara-negara berkembang merilis minim investasi di Indonesia karena terkendala permasalahan regulasi.

Selain itu, Dian juga menyoroti gugatan yang dilayangkan aktivis Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Banten Rizki Aulia Rohman ke PTUN Jakarta yang menggugat Keppres pengangkatan Pj Gubernur Banten Al Muktabar yang hingga sidang kelima belum juga memberikan jawaban gugatan tersebut.

“Pemerintah perlu menyikapi dengan mengutus kuasa hukumnya untuk menjawab gugatan dari pihak penggugat. Jadi pemerintah perlu mengirimkan tim ahli untuk menjawab gugatan ini. Demi mendapatkan kepastian hukum,” cetusnya.

Karena ini terkait dengan kepastian hukum, dirinya memberikan solusi jika sampai batas waktu ditentukan, pihak utusan presiden tidak kunjung hadir, maka solusinya adalah kebijaksanaan Hakim PTUN Jakarta.

Sebab menurut hukum kontinental di Indonesia, Hakim memiliki tugas selain menjadi corong undang-undang, juga memiliki tugas melakukan penemuan hukum atau recht vinding.

Menurutnya, recht vinding sering dilupakan oleh hakim. Tugas inilah yang dapat dilakukan oleh Hakim PTUN, yakni menemukan hukum yang tepat untuk diterapkan ketika pemerintah tidak hadir dalam persidangan di PTUN.

Dalam melakukan recht vinding ini, hakim harus bekerjasama dengan para ahli hukum, setelah mendapatkan banyak masukan dalam rangka menjalankan recht vinding, maka Hakim dapat membuat keputusan yang akan memiliki legitimasi di masyarakat.

“Terkait dengan temuan Ombudsman adanya maladministrasi dalam hal pengangkatan Pj Gubenur Banten oleh pemerintah, dapat menjadi titik solusinya, suatu keputusan pemerintah digugat karena adanya pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB), karenannya dalam mengatasi gugatan ini, Hakim dapat melakukan recht vinding bekerjasama dengan Ombudsman. Nantinya, Ombudsman inilah yang akan mengeloborasi AAUPB untuk dimasukan dalam pertimbangan Hakim dalam membuat keputusan,” pungkasnya. (*/Red)

Honda