Kontroversi AstraZeneca, Vaksin COVID-19 yang Diimpor Indonesia

Rentang penyuntikan antara dosis pertama dan kedua, cukup lama yakni 9 sampai 12 pekan. Menurut ahli biologi molekuler Indonesia di John Curtin School of Medical Research Australian National University Ines Atmosukarto, hal tersebut akan menyisakan persoalan dan menjadi pekerjaan rumah.

“Setelah dosis pertama proteksi masih rendah. Di masa pandemi yang menjadi masalah adalah: kita tahu bahwa jarak 9-12 pekan menginduksi antibodi lebih tinggi, tetapi dalam kurun waktu 9-12 pekan orang rentan terpapar,” kata Ines kepada reporter Tirto, Rabu.

Ines yang saat ini mengepalai Lipotek, sebuah rintisan usaha peneliti tentang obat dan vaksin yang berbasis di Australia, menjelaskan pada dasarkan pemberian dosis kedua akan lebih bagus jika diberikan lebih dari satu bulan. Antibodi yang terbentuk akan optimal, kata dia.

“Tetapi kalau itu di negara yang pandeminya parah, maka harus dipertimbangkan, apakah lebih penting mencari ‘yang terbaik’ atau yang memberi cukup perlindungan walau itu bukan yang terbaik.”

“Kembali, itu risiko yang harus dipertimbangkan setiap negara sesuai kondisi lokal,” kata mantan peneliti Lembaga llmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini. Jika vaksin itu diberikan di negara yang memiliki kasus yang rendah, maka tidak akan menjadi persoalan. Dalam rentang waktu menunggu 9-12 pekan itu sang penerima vaksin masih dapat berupaya tak terpapar COVID-19.

“[Namun] impossible kalau di negara yang pandeminya parah, apalagi kalau masyarakatnya tidak disiplin.”

Pijat Refleksi

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Zubairi Djoerban berpendapat lain. Indonesia, menurutnya, beruntung mendapatkan AstraZeneca sebab vaksin ini memiliki sejumlah kelebihan yang belum tentu dimiliki vaksin lain, salah satunya efektif untuk menangkal varian P1 asal Brasil.

Kemenkes Sebut Masih Aman Sementara terkait dengan pemberian dosis kedua 9-12 pekan setelah dosis pertama, menurut Zubairi juga tak masalah. Ia mencontohkan Inggris yang menggunakan vaksin Pfizer. Warga yang disuntik pertama kali titer antibodinya masih tinggi sampai tiga bulan.

“Selama tiga bulan atau 12 minggu kita bisa mencapai orang-orang yang belum tervaksinasi dan sampai 3 bulan pun terlindung,” kata Zubairi kepada reporter Tirto melalui sambungan telepon, Rabu.

Hal senada juga diungkapkan oleh epidemiolog Indonesia di Griffith University Australia Dicky Budiman. Menurutnya efikasi AstraZeneca sudah cukup tinggi meski baru dosis pertama.

“Berdasarkan riset dengan partisipan 17 ribuan, pada suntikan pertama AstraZeneca efikasinya 76 persen. Jadi sambil menunggu sampai tiga bulan untuk dapat suntikan kedua itu sudah 76 persen. Sudah cukup tinggi tapi belum optimal,” kata Dicky kepada reporter Tirto, Rabu.

“Ketika dia diberikan suntikan kedua setelah tiga bulan jeda itu meningkat jadi 81 persen,” tambahnya.

Bagaimana dengan potensi penggumpalan darah? Menurutnya kasus itu harus dilihat secara detail kasus seperti itu lazim di masyarakat. Selain itu, pada saat uji klinik fase 3, AstraZeneca juga tak menunjukkan efek samping tersebut. (*/Tirto)

KPU Cilegon Terimakasih
WP-Backgrounds Lite by InoPlugs Web Design and Juwelier Schönmann 1010 Wien