Korupsi Bansos Covid-19 Diduga Ngalir ke PDIP dan Ada Anak Jokowi di Pengadaan?
JAKARTA – Tim khusus Menteri Sosial Juliari Batubara diduga menampung fee dari perusahaan yang ditunjuk untuk mengadakan bantuan sosial bahan kebutuhan pokok.
Mereka menunjuk perusahaan yang belum lama berdiri sebagai pemenang. Paket bantuan itu disebut-sebut dikuasai sejumlah politikus dan pejabat negara. Duit suap disinyalir mengalir kepada calon kepala daerah dari PDIP.
Seperti melansir Majalah Tempo, KPK menyita duit Rp 14,5 miliar dalam OTT pejabat Kemensos, Sabtu, 5 Desember 2020.
Pemberian fulus itu diduga bertujuan agar Juliari dan anak buahnya memilih perusahaan Ardian dan Harry sebagai vendor penyedia bansos di kawasan Jabodetabek.
Ardian dan Harry menjadi tersangka pemberi suap, sedangkan Juliari dan dua anak buahnya, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono, menjadi tersangka penerima suap.
- Menteri Juliari Batubara membentuk tim khusus untuk menunjuk langsung vendor paket bantuan sosial.
- Tim ini menampung upeti dan mengarahkan vendor kepada supplier yang terafiliasi dengan PDIP.
- Menteri Juliari sempat menyebut nama putra Presiden untuk pengadaan tas penampung bansos.
Dari pengusaha ini, Juliari diduga telah menerima suap senilai Rp 17 miliar. Duit ini dipungut dari pemotongan dana bantuan sosial sebesar Rp 10 ribu dari paket bahan pokok seharga Rp 300 ribu.
Selama delapan bulan ini, sudah 23,708 juta paket atau total senilai Rp 6,464 triliun yang disalurkan.
“Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus Joko,” ujar Ketua KPK Firli.
Pada Ahad dinihari, 6 Desember lalu, setelah anak buahnya ditangkap KPK, Juliari menyerahkan diri kepada komisi antikorupsi.
Setelah diperiksa KPK, dia menyatakan akan mengikuti proses hukum.
“Mohon doanya,” kata Juliari kepada para pewarta.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menengarai duit suap untuk Mensos Juliari Batubara digunakan untuk membiayai keperluan pribadinya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan duit itu dikelola oleh dua orang kepercayaan Juliari bernama Eko dan Shelvy.
“Untuk membayar berbagai keperluan pribadi JPB (Juliari Peter Batubara),” ujar Firli.
Penelusuran menunjukkan, duit itu terindikasi digunakan untuk membayar sewa jet pribadi yang digunakan Juliari saat bertandang ke luar kota.
Biaya sewa pesawat itu berkisar Rp 40 juta per jam. Juliari menggunakan pesawat carteran itu saat berkunjung antara lain ke Kendal, Jawa Tengah; Medan; Bali; dan Malang, Jawa Timur.
Tak hanya untuk membayar jet pribadi, duit suap diduga juga mengalir buat memenangkan calon kepala daerah dari PDIP dalam pilkada yang digelar 9 Desember lalu.
Dua penegak hukum yang mengetahui aliran duit Juliari bercerita, pada Selasa, 3 November lalu, sekitar pukul 10.40, Juliari pergi ke Semarang dengan menyewa jet pribadi.
Setelah itu, dia menempuh perjalanan darat selama 45 menit ke Kabupaten Kendal. Di Gudang Bulog di Kaliwungu, Juliari menyalurkan bantuan sosial beras.
Menurut dua penegak hukum yang sama, seusai acara itu, Juliari diduga bertemu dengan salah satu anggota staf Ketua PDIP Puan Maharani berinisial L.
Dalam pertemuan itulah duit miliaran rupiah diserahkan kepada perempuan tersebut. Sebelum menjadi menteri, Juliari terpilih sebagai anggota DPR RI (PDIP) dari daerah pemilihan Jawa Tengah I, yang meliputi Kota dan Kabupaten Semarang, Salatiga, dan Kendal.
Berkunjung ke daerah, Juliari kerap mengajak anggota stafnya, Adi Wahyono. Dua penegak hukum itu mengatakan Adi selalu membawa tas berisi uang tunai.
Kuasa hukum Juliari, Maqdir Ismail, belum bisa memberi tanggapan soal upeti yang diduga diterima dan disalurkan kliennya.
“Mohon maaf, saya tidak bisa menjawab pertanyaan karena saya belum bisa berkomunikasi dengan Pak Juliari P. Batubara,” kata Maqdir.
Adapun Puan Maharani belum memberikan tanggapan. Tempo mengirimkan surat beserta daftar pertanyaan melalui anggota staf Puan, Giyanto, dan Ketua PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto. Giyanto hanya menjawab, “Siap.”
Sedangkan Bambang mengatakan Puan belum merespons.
“WhatsApp belum dibalas,” ujar Bambang.
Selain itu, nama PT Sritex sebagai penyedia tas bansos disebut merupakan rekomendasi putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.
Kementerian Sosial memesan tas bantuan sosial kepada PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex sebanyak 10 juta kantong. Padahal, semula, pengadaan tas itu akan diprioritaskan kepada usaha kecil-menengah.
Dirut Sritex dan Gibran tidak merespon saat dimintai konfirmasi. (*/Tempo)