Meneladani Empat Sifat Nabi Muhammad
JAKARTA – Perayaan Maulid Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam 2018, bersamaan dengan masa tahun politik di Indonesia. Ketua PP Muhammadiyah Prof Yunahar Ilyas berpendapat, seharusnya politikus dan rakyat Indonesia meneladani empat sifat Rasulullah.
“Sidiq, saat ini dapat diartikan sebagai integritas, baik sebagai rakyat maupun pemimpin,” jelas dia, Ahad (18/11/2018). Ia berkata, orang yang berintegritas berarti bertingkah laku sesuai dengan ucapannya.
Sifat kedua Rasulullah adalah amanah. “Berarti memiliki kredibilitas. Tidak hanya jujur, tetapi juga harus dapat dipercaya. Ketika di hadapkan dalam satu pilihan, maka harus memilih dengan hati nurani. Ketika pemilihan misalnya, seharusnya money politic sudah tidak ada lagi yang mencerminkan sifat amanah,” ucap dia.
Ketiga, tabligh artinya komunikatif. Bagi politisi seharusnya dapat menyampaikan pesan dengan baik. “Tidak hanya jujur, tetapi juga baik, sudah seharusnya dapat memiliki sifat balaghah,” ujar dia.
Ketika berbicara dengan kaum intelektual, mereka yang berkampanye misalnya harus dapat memiliki konsep-konsep yang sesuai. Begitu juga ketika berbicara dengan orang awam, harus dapat menyampaikan dengan bahasa yang membumi.
Keempat, fathonah dengan meneladani kecerdasan Rasulullah. Di tahun ini umat Islam harus kreatif begitu juga dengan pemimpin dan mereka yang sedang berkampanye.
“Jangan sampai kampanye yang ditonjolkan adalah emosional, mencela, memancing, menyerang kepribadian,” ujar dia.
Sebagai calon pemimpin hendaknya mengemukakan konsep yang cerdas. Perlu banyak dialog sehingga rakyat yang memilih dapat mengerti dengan pilihan konsep yang terbaik.
Saat ini yang harus dikedepankan adalah kebersamaan. Semangatnya adalah semangat kebersamaan bukan semangat perang. “Saat ini kita bukan dalam perang tapi berlomba-lomba dalam kebaikan,” jelas dia.
Pesta demokrasi pun hendaknya dimaknai sebagai hal yang bahagia layaknya berpesta. Tentu mereka yang hadir biasanya berpakaian bagus, saling menyapa dan bergembira.
Meskipun ada kritikan tetapi kebersamaan yang diutamakan. Jika ada masalah haruslah bermusyawarah.
“Bermusyawarah itu untuk mencari ide yang tidak memiliki cacat, bukan mencari konsep untuk dipuji,” jelas dia. Ketika sebuah konsep menemukan kelemahan maka seharusnya dilakukan dialog hingga memilih konsep yang tidak ada kelemahannya atau paling tidak lebih sedikit kelemahannya. (*/Republika)