PDIP Sebut Almarhum Presiden Soeharto Guru Korupsi Indonesia

JAKARTA – PDI Perjuangan menyetempel Presiden ke-2 RI Soeharto sebagai guru korupsi. Tentu saja, para pendukung The Smiling General tidak terima dengan cap itu.
Pernyataan capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, menjadi awalan. Prabowo berbicara soal korupsi di Indonesia yang kelewat parah seperti kanker stadium 4. Dia ingin mengubahnya bila menjadi presiden.
“Korupsi di Indonesia sudah sangat parah. Ini yang merusak masa depan kita,” kata Prabowo saat menjadi pembicara di The World in 2019 Gala Dinner di Grand Hyatt Hotel, Singapura, Selasa (27/11/2018).
Bereaksi atas hal itu, Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Ahmad Basarah menanggapi pernyataan Prabowo soal korupsi di Indonesia. Menurutnya, Soeharto, yang notabene pernah menjadi mertua Prabowo, adalah pengajar penyelewengan duit rakyat.
“Jadi, guru dari korupsi Indonesia sesuai Tap MPR Nomor XI Tahun ’98 itu mantan presiden Soeharto dan itu adalah mantan mertua Pak Prabowo,” ujar Basarah kepada wartawan di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/11/2018).
Partai Berkarya bereaksi. Selain merupakan pendukung Prabowo Subianto, Berkarya adalah partai yang dipimpin Hutomo Mandala Putra (Tommy Soeharto). Tentu saja elite Berkarya tidak terima Soeharto distempel sebagai guru korupsi oleh PDIP.
“Jangan menzalimi dan mengecap Pak Harto seperti itu. Kami anak ideologis beliau di Partai Berkarya tidak terima,” kata Ketua DPP Partai Berkarya Badaruddin Andi Picunang saat dihubungi, Rabu (28/11/2018).
Sekjen Berkarya itu berpendapat tak pernah ada bukti yang menyatakan Soeharto melakukan korupsi. Selain itu, Tap MPR 11/1998 tentang Penegakan Hukum Pidana Korupsi tidak merujuk ke Soeharto secara pribadi.
“Lihatlah secara verbal, tidak menunjuk ke pribadi Pak Harto. Beliau peletak dasar pembangunan dan kita nikmati sekarang. Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawan dan pendahulunya,” imbuh Andi.
Tap MPR Nomor XI Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme digunakan untuk menegakkan hukum terhadap terduga pidana korupsi. Mengutip buku ‘Hari-hari Terakhir Jejak Soeharto Setelah Lengser, 1998-2008’ karya detikcom Files, Tap MPR itu mengatur tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN yang mensyaratkan pengusutan mantan presiden Soeharto dan kroninya. Adanya kata-kata Soeharto dalam Tap MPR itu adalah hasil kompromi PPP dan Golkar ketika MPR dipimpin Harmoko.
“Upaya pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapa pun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga, dan kroninya maupun pihak swasta/konglomerat, termasuk mantan presiden Soeharto, dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak-hak asasi manusia,” demikian bunyi Pasal 4 Tap MPR Nomor XI Tahun 1998. Lewat Tap MPR itu, seolah Soeharto menjadi nama utama yang perlu disorot dalam pemberantasan korupsi.
Ada pula partai koalisi Prabowo, yakni PKS, yang mempersilakan publik menilai partai mana yang kepala daerahnya paling banyak terjerat korupsi. PKS sependapat dengan Prabowo bahwa korupsi di Indonesia parah dan tak ada kemajuan dalam pemberantasannya.
“Hal ini menunjukkan bahwa program Revolusi Mental yang diusung dalam kampanye Pak Jokowi gagal mendorong perilaku antikorupsi di masyarakat,” kata dia.
Basarah dari PDIP bicara lagi. Menurutnya, Jokowi sudah menunjukkan kemampuan kepemimpinan mengendalikan negara. Dengan kepemimpinan Jokowi, penyelenggara negara tidak sekorup seperti pada era Soeharto.
“Kalau semangat penyelenggara negaranya, dalam hal ini adalah presiden, ada figur yang korup, figur yang ingin memperkaya diri sendiri, figur yang ingin memperkaya, menguntungkan golongannya sendiri, saya yakin fundamental ekonomi yang demikian itu akan hancur,” kata Basarah.
Partai Gerindra mengingatkan PDIP agar introspeksi diri saja ketimbang mengungkit korupsi masa lalu. Soalnya, korupsi sudah ada sejak zaman dulu, bahkan sejak awal kemerdekaan. Namun kini justru banyak kader PDIP yang dicokok KPK.
“Seharusnya PDIP introspeksi. Bayangkan, berapa banyak kader PDIP ditangkap KPK. Hampir tiap bulan kita dengar kader PDIP ditangkap KPK,” ucap anggota Badan Komunikasi DPP Partai Gerindra Andre Rosiade. (*/Detik)