FAKTA BANTEN – Presiden Joko Widodo (Jokowi) turut memantau perkembangan pergerakan nilai tukar rupiah yang melemah ke angka Rp 14.043 per dolar AS. Menurut Jokowi, persoalan nilai tukar mata uang sebenarnya bukan hanya terjadi di Indonesia. Negara lain pun mengalami hal serupa.
Ini karena perang dagang negara-negara besar serta kenaikan suku bunga di Amerika Serikat (AS) yang kemungkinan akan menaikkan tiga hingga empat kali dalam beberapa waktu ke depan.
“Semua negara ini mengalami hal yang sama. Kita terus (komunikasi dengan Bank Indonesia), bahkan sebelum saya berangkat ke sini (Riau) pun komunikasi,” kata Jokowi saat meresmikan peremajaan kelapa sawit di Rokan Hilir, Riau, Rabu (9/5).
Di sisi lain, Jokowi menambahkan, pelemahan rupiah pun sebenarnya memberikan keuntungan bagi Indonesia. Salah satunya adalah industri kelapa sawit yang menyumbang devisa cukup besar dengan ekspor yang dilakukan. Makin banyak eskpor dengan nilai mata uang rupiah sekarang maka makin banyak penghasilan yang didapatkan.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) di Bank Indonesia (BI), nilai tukar rupiah sebesar Rp 14.036 per dolar AS pada Selasa (8/5), sedikit melemah dibandingkan Senin (7/5) di level Rp 13.956 per dolar AS.
Sementara itu, pada data Bloomberg USDIDR Spot Exchange Rate, perdagangan rupiah pada Selasa dibuka di level Rp 14.004 per dolar AS dan ditutup di level Rp 14.052 per dolar AS.
Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo mengatakan, rupiah depresiasi sebesar 0,40 persen (mtd) pada Senin (7/5). Depresiasi tersebut lebih baik daripada depresiasi mata uang rupee India, zaar Afrika Selatan, rube Rusia,dan lira Turki yang lebih tajam. Tekanan dari eksternal, khususnya AS, masih dominan memengaruhi pelemahan di banyak mata uang negara maju dan berkembang.
“Secara perlahan harus dijelaskan bahwa angka depresiasi rupiah masih wajar dan sama dengan perkembangan mata uang regional, dan tidak pada level nominal yang kebetulan sudah menembus batas psikologis Rp 14 ribu per dolar AS,” kata Dody, Selasa (8/5/2018).
Dody menjelaskan, BI telah melakukan langkah stabilisasi, baik di pasar valas maupun SBN (surat berharga negara), untuk meminimalisasi depresiasi yang terlalu cepat dan berlebihan. (*/Republika)