Sertifikasi Halal Kini Bukan Lagi Kewenangan MUI

JAKARTA – Mulai Kamis (17/10), semua produk makanan wajib mencantumkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Sertifikat halal tak lagi diterbitkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) seperti sebelumnya.

Hal itu sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) yang diundangkan oleh Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014 lalu.

“Kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia mulai berlaku lima tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diundangkan,” demikian tertulis dalam UU JPH Pasal 67 ayat 1.

Dengan demikian, per 17 Oktober 2019, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM MUI) tak lagi memiliki otoritas menerbitkan sertifikat hak halal. Kewenangan itu sepenuhnya berada di tangan pemerintah melalui BPJPH Kementerian Agama.

Dalam beleid disebutkan, BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.

BPJPH berwenang merumuskan dan menetapkan kebijakan JPH, termasuk menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria JPH. Selain itu, menerbitkan dan mencabut sertifikat halal dan label halal pada produk, serta meregistrasi sertifikat halal pada produk luar negeri. BPJPH juga berwenang melakukan sosialisasi, edukasi, dan publikasi produk halal.

Selanjutnya, melakukan akreditasi terhadap Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), registrasi auditor halal, pengawasan terhadap JPH, membina auditor halal, bekerja sama dengan lembaga dalam dan luar negeri di bidang penyelenggaraan JPH.

Jaminan produk sertifikat halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengonsumsi dan menggunakan Produk. Selain itu, meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual produk halal. (*/CNN Indonesia)

Honda