Sertifikat Tanah Yang Dikembalikan BPN ke Nirina Zubir Resmi Digugat Ke PTUN Jakarta
JAKARTA – Belum lama menerima pengembalian sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) pada 13 Pebruari 2024, yang diserahkan langsung oleh wakil menteri Agraria Tata Ruang/BPN, Raja Juli Antoni, kini sertifikat yang dipegang Nirina Zubir menjadi objek sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
Pasalnya pembatalan 3 sertifikat tanah atas nama Riri Khasmita dan 1 sertifikat atas nama Edrianto yang dilakukan sepihak oleh BPN dan dikembalikan BPN kepada Nirina Zubir dianggap bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik.
Daddy Hartadi saah satu Kuasa Hukum Riri Khasmita dan Edrianto mengatakan gugatan Tata Usaha Negara atas keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta Nomor 06/Pbt/BPN.31/II/2024 yang berisi keputusan membatalkan sertifikat tanah atas nama kliennya dan mengembalikan hak atas tanah kepada Nirina Zubir telah resmi didaftarkan di PTUN Jakarta dan teregister dengan perkara Nomor 106/G/2024/PTUN.Jkt.
“Keputusan pembatalan sertifikat tanah atas nama Riri Khasmita dan Edrianto Sudah resmi kita daftarkan gugatannya pada 8 Maret 2024 di PTUN Jakarta,dan sudah teregister perkaranya dengan nomor 106/G/2024/PTUN.Jkt. Ini terkait gugatan atas pengembalian sertifikat milik kliennya yang dikembalikan BPN Ke Nirina Zubir pada Bulan Pebruari lalu,” terangnya.
Lebih lanjut Daddy menjelaskan gugatan itu dilayangkan ke PTUN Jakarta karena BPN dalam proses pembatalan sertifikatnya bertentangan dengan peraturan perundangan-undangan.
Seharusnya sertifikat tanah yang merupakan sebuah keputusan Tata Usaha Negara sebagai alat bukti yang kuat dimata hukum setelah diterbitkan BPN dan telah berusia 5 tahun tidak dapat dibatalkan sepihak oleh BPN sebagai tanda bukti hak atas tanah. Pembatalan sertifikat yang telah berusia 5 tahun hanya bisa dilakukan melalui mekanisme pengadilan.
Terlebih menurut Daddy, peralihan hak atas tanah tersebut yang peralihannya berdasarkan akta jual beli dan telah menjadi data Yuridis dalam penerbitan sertifikat milik kliennya, tidak bisa dibatalkan sepihak. Mengingat akta jual beli diterbitkan berdasarkan perikatan atau perjanjian. Perikatan atau perjanjian hanya bisa dibatalkan oleh kedua belah pihak yang membuat perjanjian dan pembatalan akta jual beli yang merupakan akta otentik hanya bisa diajukan ke pengadilan.
Pembatalan perjanjian dalam akta jual beli secara pihak oleh BPN bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik dengan tidak menjamin kepastian hukum, dan merupakan perbuatan melawan hukum secara keperdataan.
“BPN sebagai penerbit sertifikat milik kliennya harusnya menyadari tidak lagi memiliki hak membatalkan produk hukumnya sendiri mengingat sertifikat yang diterbitkan BPN atas nama kliennya telah berusia 5 Tahun dan peralihan hak atas tanah yang didasarkan pada perjanjian jual beli dalam akta jual beli tidak bisa serta merta dibatalkan sepihak kecuali oleh para pihak yang melakukan perjanjian, dan harus diajukan melalui pengadilan untuk membatalkan akta otentik berupa akta jual beli jika itu dipaksakan maka mencederai asas kepastian hukum yang harusnya dijamin BPN sebagai badan atau pejabat Tata Usaha Negara dalam pemberian jaminan kepastian hukum sebagai wujud dari pelaksanaan asas umum pemerintahan yang baik”, pungkasnya. (*/Red)
