Sudah Disahkan DPR, Draf UU Cipta Kerja Ternyata Banyak Salah Ketik
JAKARTA – Anggota Baleg DPR RI Fraksi Partai Golkar Firman Soebagyo menyayangkan isi draf RUU Cipta Kerja yang beredar di media sosial. Menurutnya, draf itu belum final, masih ada perbaikan.
“Sampai hari ini kami sedang rapikan kembali naskahnya. Jangan sampai ada salah typo dan sebagiannya nanti hasil itu akan segera dikirim ke Presiden [Joko Widodo] untuk ditandatangani jadi Undang-Undang dan sudah bisa dibagikan ke masyarakat,” kata Firman di Gedung DPR, kemarin.
Padahal, RUU Cipta Kerja sudah disepakati DPR, DPD, dan pemerintah pada Senin (5/10/2020), pukul 17.55.
Draf final RUU Cipta Kerja yang beredar, kata politikus Partai Golkar itu, rawan memunculkan masalah misinformasi.
“Saya lihat saat ini beredar juga, baik dari media sosial kemudian melalui viral-viral, justru itu memprovokasi. Baik itu dari buruh maupun masyarakat dan mahasiswa karena kurang akurat data dan informasi yang diperoleh,” tuturnya.
Ia mengambil contoh seperti masih ada ketentuan cuti haid, cuti kematian, upah minimum, pembatasan outsorcing, hingga pesangon. Firman mencontohkan klausul mengenai pesangon semula sesuai UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yakni sebanyak 32 kali pesangon. Namun, klaimnya, 32 kali pesangon ini hanya 7 persen perusahaan yang mampu menjalaninya.
“Artinya, kalau membuat undang-undang itu harus bisa dilaksanakan, tidak bisa membuat UU kasih pesangon 32 kali tapi tidak bisa dieksekusi, malah rakyat makin dibohongi,” dalihnya.
Pengesahan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dikebut oleh DPR dan pemerintah. Mereka menggelar “rapat-rapat siluman” di hotel sejak 27 September sampai 3 Oktober, berdasarkan catatan Tirto. Pada Senin pekan ini, 5 Okober lalu, RUU ini disahkan di Ruang Sidang Paripurna DPR RI. (*/Tirto)